Jakarta(MedanPunya) Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah hingga 28 Februari 2023 tembus Rp 7.861,68 triliun. Jumlah itu naik Rp 106,7 triliun dari posisi bulan sebelumnya yang mencapai Rp 7.754,98 triliun.
Dengan begitu rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 39,09%. Rasio itu naik jika dibandingkan Januari 2023 yang mencapai 38,56%.
“Jika menilik UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara, batas maksimal rasio utang disebutkan sebesar 60% terhadap PDB, sehingga rasio utang pemerintah saat ini masih berada di dalam batas aman dan terkendali,” tulis Kementerian Keuangan dalam Buku APBN KiTa, dikutip Jumat (17/3).
Utang pemerintah terdiri atas dua jenis yakni berbentuk surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah didominasi oleh instrumen SBN yakni 88,92% dan sisanya pinjaman 11,08%.
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN sebesar Rp 6.990,24 triliun. Terdiri dari SBN dalam bentuk domestik sebesar Rp 5.599,33 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp 4.550,84 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.048,49 triliun.
Sedangkan jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing hingga Februari 2023 sebesar Rp 1.390,91 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp 1.068,20 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp 322,71 triliun.
Lalu jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 871,44 triliun. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 21,49 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 849,95 triliun.
Secara rinci, pinjaman luar negeri yang sebesar Rp 849,95 triliun terdiri dari bilateral sebesar Rp 268,65 triliun, multilateral sebesar Rp 528,69 triliun, dan commercial banks sebesar Rp 52,61 triliun.
“Pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo,” tuturnya.
Berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (rupiah) yaitu sebesar 71,50%. Hal ini diklaim sejalan dengan kebijakan umum pembiayaan utang yaitu mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
“Pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif dan likuid,” tuturnya.***dtc/mpc/bs