New Delhi(MedanPunya) Kementerian Dalam Negeri India mengatakan pihaknya memberlakukan undang-undang kewarganegaraan yang menurut para kritikus mendiskriminasi umat Islam.
UU Kewarganegaraan diberlakukan hanya beberapa minggu sebelum negara dengan populasi terbesar di dunia itu mengadakan pemilihan umum.
Meskipun undang-undang tersebut disahkan pada Desember 2019, penerapannya tertunda setelah terjadinya protes yang meluas dan kekerasan mematikan yang menewaskan lebih dari 100 orang.
Undang-undang tersebut memberikan kewarganegaraan India kepada umat Hindu, Parsi, Sikh, Buddha, Jain, dan Kristen yang memasuki India dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh sebelum Desember 2014.
Namun, mereka yang beragama Islam tidak diberi kewarganegaraan.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan peraturan tersebut akan mulai berlaku.
“Peraturan ini, yang disebut Peraturan Kewarganegaraan (Amandemen) 2024, akan memungkinkan orang-orang yang memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan India,” kata kementerian itu.
Banyak dari 200 juta umat Islam di India khawatir bahwa undang-undang tersebut merupakan awal dari pencatatan warga negara secara nasional yang dapat membuat mereka tidak memiliki kewarganegaraan di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa tersebut.
Banyak warga miskin India tidak memiliki dokumen yang membuktikan kewarganegaraan mereka.
Perdana Menteri Narendra Modi membantah hal ini. Dia mengatakan bahwa umat Islam tidak dilindungi oleh undang-undang tersebut karena mereka tidak membutuhkan perlindungan India.
Daftar Warga Negara Nasional, yakni daftar seluruh warga negara yang sah, sejauh ini hanya diterapkan di negara bagian Assam.
“Peraturan ini sekarang akan memungkinkan kelompok minoritas yang dianiaya atas dasar agama di Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan untuk memperoleh kewarganegaraan di negara kita,” kata Amit Shah, Menteri Dalam Negeri.
Shah mengatakan Modi telah memenuhi komitmen lain dan merealisasikan janji para pembuat konstitusi kita kepada umat Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi dan Kristen yang tinggal di negara-negara tersebut.
Selain menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam, usulan perubahan tersebut juga memicu protes warga yang tidak senang dengan masuknya umat Hindu dari Bangladesh.
Peraturan imigrasi tidak mencakup migran dari negara-negara non-Muslim yang melarikan diri dari penganiayaan ke India, termasuk pengungsi Tamil dari Sri Lanka dan umat Buddha Tibet yang melarikan diri dari pemerintahan China.
Perjanjian ini juga tidak membahas pengungsi Muslim Rohingya dari negara tetangga, Myanmar.***kps/mpc/bs