Medan(MedanPunya) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi mengatakan bakal mengecek soal polemik pajak jutaan terhadap penjual bakso dan pecal di Binjai. Dia memerintahkan anak buahnya segera ke Binjai mengecek hal itu.
“Nanti dicek,” kata Edy di rumah dinas Gubsu, Medan, Senin (13/9).
Meski demikian, Edy menilai pajak yang dipungut kepada tukang bakso dan pecal di Binjai itu sebagai pajak distribusi. Menurutnya, pajak tersebut memang dikenakan kepada rumah makan hingga kedai kopi.
“Itu ada namanya pajak distribusi. Di rumah makan, kedai-kedai kopi, kan begitu itu,” ucapnya.
Dia menyebut pajak jenis itu sebenarnya dipungut dari pembeli, bukan penjual. Pajak itu diambil dari harga yang dibayar pembeli.
“Itu dari harga si pembeli, bukan si pedagang. Misalkan kalau saya beli makan, nasi bungkus, harganya Rp 100 seandainya, pajaknya berapa? Katakanlah 1 persen, 1 persen dari Rp 100 berarti saya makan Rp 101,” jelasnya.
Edy Rahmayadi mengingatkan Pemko Binjai tidak memungut pajak tinggi ke pedagang kecil. Dia menyebut rakyat sudah susah gara-gara Corona.
“Rakyat aja sudah susah karena COVID,” paparnya.
Sebelumnya, tukang bakso di Binjai ditagih pajak Rp 6 juta per bulan. Tukang bakso di Binjai bernama Handoko tersebut mendapatkan tagihan pajak hingga Rp 6 juta untuk Juli 2021.
Hal ini awalnya diketahui dari unggahan surat Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Binjai yang viral. Pemilik tukang bakso membenarkan mendapatkan surat itu dan mengaku terkejut.
“Terkejut. Kalau segitu pajaknya, mending saya tutup. Benar, bagus saya tutup,” ucap Handoko saat dihubungi, Sabtu (28/8).
Handoko mengatakan pajaknya itu kemudian diputihkan. Hal itu diketahui setelah di datang ke acara yang diselenggarakan BPKAD.
“Kemarin kita sudah ke GOR memenuhi panggilan mereka (pihak BPKAD). Di situ dijelaskan, katanya diputihkan bagi yang datang. Bagi yang tidak datang, katanya setuju dengan pajak itu,” kata Handoko.
Selain tukang bakso, tukang pecal di Binjai juga ada yang dipungut pajak tinggi oleh Pemko Binjai. Tukang pecal itu dipungut Rp 3 juta.
“Jumlah tagihan Rp 3 juta, berarti satu hari Rp 100 ribu,” kata pedagang pecal bernama Nur, Rabu (8/9).
BPKAD kemudian menjelaskan terkait dua hal ini. BPKAD mengatakan tagihan pajak yang mereka lakukan ini sudah berdasarkan hasil survei.
“Tagihan yang kami sampaikan itu telah didahului dengan hasil survei. Tentu surveinya terbatas dengan sumber daya yang kami miliki,” ucap Kepala BPKAD Kota Binjai Affan Siregar.
Affan mengatakan tagihan yang disampaikan melalui surat itu bukan merupakan ketetapan. Pihak pemilik tempat usaha dapat memberikan klarifikasi jika pajak yang ditagihkan tidak sesuai dengan penghasilan warungnya.
“Surat tagihan kami itu bukan harga mati, itu hanya informasi yang dapat diklarifikasi. Kalau pemilik restoran merasa itu terlalu besar, tentu dapat diklasifikasi dengan mengisi formulir. Berapa yang seharusnya yang layak,” ucap Affan.***dtc/mpc/bs