Ortu Murid di Padangsidimpuan Keluhkan Sumbangan Rp 400 Ribu Bangun Kelas MTs Negeri

Padangsidimpuan(MedanPunya) Seorang wali murid mengeluhkan kutipan sumbangan sebesar Rp 400 ribu di Madrasah Tsanawiah (MTs) Negeri 2 Padangsidimpuan, Sumatera Utara (Sumut). Kutipan itu disebut untuk membantu biaya pembangunan ruang belajar (lokal) baru di sekolah tersebut.

Ruang belajar ini nantinya akan digunakan untuk murid kelas VIII. Karena itu, seluruh orang tua mereka diminta membayar sumbangan tersebut.

“Mula-mula anak saya bilang ada sumbangan, harus dibayar sambil dikasihnya surat itu. Karena masih memberatkan saya rasa, saya diam saja waktu itu. Saya berpikir bagaimana mendapatkan uangnya,” kata seorang wali murid G Hasibuan kepada wartawan Selasa (9/11).

Hasibuan mengatakan, berdasarkan surat yang diterimanya, sumbangan itu merupakan hasil keputusan rapat Komite Sekolah yang berlangsung pada 19 Agustus lalu. Hasibuan mengaku tidak hadir dalam rapat tersebut.

Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua Komite Sekolah Ali Hotma Tua Hasibuan dan Sekretaris Hamdan Firdaus itu, disebutkan akan dibangun sebuah ruang kelas senilai Rp 200 juta. Kemudian muncullah kutipan sebesar Rp 400 ribu per orang.

Selain itu, orang tua murid diminta membayar Rp 20 ribu per kepala sebagai biaya pelaksanaan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK). Pembayarannya bisa dicicil per bulan atau per minggu.

Hasibuan merasa heran sekolah pemerintah sampai mengutip dana untuk pembangunan gedungnya. Akhirnya dia memprotes hal ini ke sekolah. Merasa terbebani, petani 48 tahun ini memutuskan menolak membayarnya.

Terpisah, Kepala MTs Negeri 2 Padangsidimpuan Ummi Kalsum saat dihubungi melalui telepon membenarkan adanya kutipan ini. Namun ini sepenuhnya merupakan inisiatif Komite Sekolah.

“Itu kan inisiatif dari Komite Sekolah. Dan itu sifatnya sukarela. Kita tidak paksakan kok,” katanya.

Ummi mengatakan jumlah siswa di MTsN 2 Padangsidimpuan sekitar 620 orang. Sedangkan kelas VIII ada 225 siswa. Mereka terbagi dalam enam kelas.

Menurut Ummi, dengan murid sebanyak itu, kelas VIII idealnya dibagi dalam delapan kelas. Itulah sebabnya muncul wacana pembangunan ruang kelas baru ini.

Ummi mengatakan pihaknya sudah mencoba mengajukan usul ke pemerintah terkait pembangunan kelas baru tersebut. Namun, karena tanah milik sekolah belum memiliki sertifikat, pemerintah menolak usul tersebut.

“Tanah kita ini kan hibah, jadi belum ada sertifikatnya. Karena itulah usulan kita tidak diterima pemerintah,” kata Ummi.

Ummi mengatakan hingga saat ini masih banyak orang tua murid yang belum memberikan sumbangan tersebut. Melihat kondisi ribut-ribut ini, Ummi mengatakan sedang memikirkan apakah akan melanjutkan atau membatalkan keputusan Komite Sekolah tersebut.

“Kalau kita tidak jadi masalah seandainya tidak jadi pun dibangun kelas itu. Kalau ributnya kayak gini, apakan sajalah kubilang itu semalam, bubarkan saja,” kata Ummi.***dtc/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version