Damaskus(MedanPunya) Pada akhir April 2022, seorang pembelot Suriah membocorkan video pembantaian Tadamon. Ratusan keluarga Suriah menonton klip itu dan berharap mengetahui apa yang terjadi pada putra mereka yang hilang.
Keluarga Siyam juga menontonnya. Putra mereka, Waseem Siyam, meninggalkan rumahnya di Damaskus pada pagi hari tanggal 14 April 2013.
Dia telah diperintahkan oleh pemerintah untuk mengirimkan tepung ke toko roti milik negara di lingkungan selatan Tadamon, Damaskus. Namun, 34 tahun berselang dia tidak pernah kembali dari tugas rutinnya itu.
Selama bertahun-tahun, keluarga Siyam, yang sekarang tinggal di Jerman, percaya bahwa Waseem telah ditangkap di sebuah pos pemeriksaan dan dibawa ke penjara pemerintah.
Namun, video yang bocor itu akhirnya mengungkapkan kepada mereka detail mengerikan dari kepergiannya. Klip itu menunjukkan seorang pria dengan kaos putih dan celana jins yang ditutup matanya dan dibawa melalui gang kosong ke lubang yang penuh dengan mayat.
“Ayah saya adalah orang pertama yang mengenalinya (dalam video),” kata Tasnim Siyam, saudara perempuan Waseem, seraya menambahkan bahwa ayahnya mengenali putranya itu dari gaya berjalannya. Mereka membuat Waseem masuk ke dalam lubang dan menembaknya.
“Sungguh sulit diterima, bagaimana saya bisa memproses fakta bahwa pria yang terbunuh dalam video itu adalah saudara saya,” tanya Tasnim Siyam.
Video yang bocor itu direkam pada 16 April 2013, hanya beberapa hari setelah hilangnya Waseem. Bukti ini menunjukkan dua pria berseragam membunuh 41 orang.
Salah satu dari keduanya membawa orang yang ditutup matanya dari van berwarna putih, lalu dipaksa masuk ke lubang besar yang telah berisi beberapa mayat dan ban mobil, kemudian membunuhnya.
Dari video terlihat jelas bahwa kedua algojo sedang menikmati “pekerjaan” mereka. Mereka membunuh warga sipil di siang bolong dengan cara yang tenang.
Para pembunuh mendokumentasikan kejahatan mereka dengan merekam video berdefinisi tinggi (HD). Terkadang mereka melambai ke kamera dan melontarkan lelucon.
Mengapa mereka merekam kejahatan mereka? Menunjukkan kepada atasan bahwa mereka melakukan apa yang diperintahkan? Apa pun alasannya, kecil kemungkinan mereka mengira video itu akan dilihat oleh publik.
Ugur Umit Ungor, seorang profesor studi Holocaust dan genosida di Universitas Amsterdam, termasuk orang pertama yang menerima salinan klip tersebut pada tahun 2019. Bekerja sama dengan rekannya Annsar Shahhoud, keduanya berhasil mengidentifikasi dua pembunuh dalam video tersebut.
Pelaku pembunuhan itu adalah Najib Al Halabi, yang sekarang telah meninggal. Dia adalah bagian dari milisi yang setia kepada Presiden Suriah Bashar Assad. Seorang pria lainnya yang terlihat mengenakan topi memancing adalah Amjad Youssef, perwira di dinas rahasia Assad.
“Dua tahun terakhir adalah neraka bagi kami,” kata Ungor.
“Bayangkan Anda tahu tentang pembantaian yang mengerikan, perlu menonton video ini berulang kali, tetapi tidak dapat memberi tahu orang lain tentang hal itu.”
Menganalisis video untuk mengidentifikasi para pembunuh tidak seperti penelitian akademis biasa. Mereka mulai melakukan hal yang sejauh ini hanya sedikit yang berhasil dicapai yaitu menghasilkan bukti definitif bahwa negara Suriah secara langsung bertanggung jawab atas beberapa kekejaman terburuk yang dilakukan dalam perang.
Ungor dan rekan Suriahnya, Shahhoud, menggunakan metode penelitian yang tidak konvensional. Shahhoud mengadopsi identitas online palsu untuk menipu rezim Suriah dan mencaritahu lebih banyak tentang orang-orang di balik pembantaian tersebut.
Shahhoud berpura-pura menjadi wanita muda Alawit dari Homs dengan nama “Anna Sh” yang mendukung Presiden Assad. Surat kabar Guardian pertama kali meliput bagaimana, selama dua tahun, Shahhoud berhasil berbicara dengan ratusan staf Assad dan memenangkan kepercayaan mereka.
Suatu hari, dia menemukan profil online Amjad. Shahhoud, sebagai Anna, berteman dengan pria itu. Terkadang mereka mengobrol di telepon, dengan Ungor diam-diam mendengarkan.
Amjad Youssef mengatakan kepadanya bahwa dia merasa kesepian dan stres. Setelah beberapa bulan, dia bercerita “saya membunuh banyak orang.” Kedua akademisi itu akhirnya mencapai tujuan mereka.
Keduanya menyampaikan rekaman percakapan itu kepada jaksa Belanda dan Jerman, dan menjelaskan temuan mereka di majalah New Lines.
“Kami tidak bisa mundur dan mengatakan, kami adalah akademisi, kami melakukan penelitian, biarkan pernyataan ini viral di media sosial,” kata Ungor.
Video berdurasi enam menit yang bocor itu menyajikan bukti kuat tentang kejahatan yang dilakukan oleh pelaku dan korban yang dapat diidentifikasi. Sebuah kuburan massal telah disiapkan, kedua pembunuh itu bertindak secara rutin dan berusaha menyembunyikan identitas korban mereka.
Video itu menunjukkan pembunuhan mengikuti pola sistematis, kata Alexander Schwarz, seorang ahli hukum pidana internasional dengan Amnesty International. “Serangan sistematis terhadap warga sipil, seperti yang terlihat dalam video ini, adalah salah satu kriteria kejahatan terhadap kemanusiaan.”
Namun, tidak jelas apakah pengungkapan ini akan mengarah ke pengadilan. Hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepada perwira Suriah Anwar Raslan pada Januari lalu oleh pengadilan Jerman di Koblenz menunjukkan algojo yang masih hidup dalam video dapat dituntut.
Selain itu, video tersebut memiliki makna politik yang besar, menurut Fritz Streiff, yang memberikan nasihat hukum kepada Mnemonic, sebuah organisasi yang mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia. Dia berpendapat bahwa sifatnya yang mengejutkan menunjukkan bahwa negara-negara seharusnya tidak menormalkan hubungan dengan rezim Assad.
“Ini bukan hanya tentang Amjad Youssef,” kata Ungor. “Ini juga tentang sistem yang menciptakan orang seperti dia.”
Schwarz dan Streiff bekerja dengan orang-orang yang kerabatnya telah hilang di Suriah. Mengungkapkan hilangnya orang yang dicintai, seperti yang terjadi pada kasus Anwar Raslan, dapat menjadi penyelesaian bagi beberapa keluarga.
Tasnim, saudara perempuan Waseem yang terbunuh, tidak begitu berharap.
“Saya tahu Anda harus tetap positif dalam hidup, tetapi kami telah kehilangan semua harapan,” katanya.
“Saya ingin orang-orang memahami mengapa sebagian dari kita perlu berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk menetap (di Jerman),” katanya.
“Beberapa tidak pernah tenang, karena mereka mengalami hal-hal di Suriah yang begitu mengerikan yang tidak dapat dibayangkan oleh orang normal.”***kps/mpc/bs