Washington(MedanPunya) Apa ancaman paling besar yang dihadapi Amerika Serikat (AS)? Ternyata bukanlah Rusia atau pun China.
Menurut laporan komunitas intelijen AS, ancaman paling besar dan paling mematikan yang dihadapi “Negeri Paman Sam” saat ini adalah paham neo-Nazi dan kelompok rasialis lainnya.
Kelompok-kelompok tersebut diyakini merekrut personel militer dan veteran yang akan membantu mereka mengorganisasi sel-sel guna menyerang minoritas dan institusi yang berlawanan dengan ideologi mereka.
Hal tersebut disampaikan dalam laporan tahunan berjudul Annual Threat Assessment yang dirilis tahun 2023 ini.
Laporan tersebut diamini oleh sejumlah lembaga think tank, salah satunya Brookings Institution.
Dalam surveinya, 16 persen warga AS meyakini pernyataan yang berbunyi, “Berbagai hal sudah keluar jalur sehingga patriot sejati Amerika mungkin harus menggunakan kekerasan untuk menyelamatkan negara.”
Selain itu, statistik yang dirilis institusi penegak hukum pun juga melaporkan peningkatan jumlah ekstremis yang melakukan kekerasan.
Pada 2022, ada 26 serangan fasilitas aktual terhadap sejumlah fasilitas ketenagalistrikan di seluruh AS. Padahal pada 2021 hanya ada enam.
Meningkatnya paham sayap kanan garis keras dan rasialis bisa menjadi bom waktu di tubuh militer dan kepolisian AS.
“Kelompok-kelompok ekstremis telah lama mendorong anggotanya untuk bergabung ke dinas militer supaya mereka mendapat pelatiha penggunaan senjatam taktik, dan kepemimpinan,” tulis laporan spesial dari military.com.
Selain itu, para veteran pun juga berpotensi terpapar ekstremisme sayap kanan ketika mereka mencoba memulai kembali kehidupannya sebagai warga sipil.
Kelompok-kelompok ekstremis yang aktif merekrut para veteran seperti Patriot Front, Atomwaffen, Oath Keepers, dan Boogaloo.
Kelompok-kelompok semacam itu sudah meniru militer dan secara aktif merekrut veteran bahkan personel militer aktif karena dilihat sebagai aset untuk mencapai tujuan mereka.
Survei dari Brookings Institution menemukan, satu dari 10 orang AS mengidentifikasi diri sebagai penganut “nasionalisme Kristen”.
Sebanyak 19 persen lainnya mengatakan bahwa mereka mendukung banyak tujuan gerakan tersebut.
“Ada ideologi dasar rasialisme di antara gerakan nasionalis Kristen yang menghubungkan mereka dengan kelompok nasionalis kulit putih yang mengandalkan kiasan lama dan baru untuk mempromosikan supremasi kulit putih,” ungkap temuan survei tersebut.
Implementasi ide tersebut diungkapkan melalui gerakan konspirasi, termasuk teori bahwa imigran non-Eropa menyerang AS dan menggantikan budaya serta etnis di sana.***kps/mpc/bs