Naypiydaw(MedanPunya) Kedutaan Besar China untuk Myanmar membantah mendukung kudeta militer dan mengatakan kondisi saat ini “sama sekali tidak seperti yang ingin dilihat China”.
Melansir media Thailand yang didirikan oleh pelarian Myanmar, The Irrawaddy pada Rabu (17/2), Duta Besar China Chen Hai mengatakan dalam jumpa pers pada Senin (15/2), bahwa Beijing tidak mengetahui rencana junta mengembalikan kekuasaan.
Chen Hai juga mengatakan bahwa harapan China, semua pihak di Myanmar “dapat menangani masalah saat ini melalui dialog dan konsultasi yang baik serta membawa negara kembali ke jalurnya, secepatnya”.
Beijing dikatakan Chen ingin segala sesuatunya berjalan baik di negara tetangga selatannya itu, dari pada melihatnya menjadi tidak stabil atau bahkan jatuh dalam kekacauan.
“Liga Nasional untuk Demokrasi dan Tatmadaw ( militer Myanmar) memelihara hubungan persahabatan dengan China,” kata duta besar itu.
China sejauh ini diketahui memiliki hubungan aliansi sangat dekat dengan militer Myanmar.
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi bertemu dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing ketika berkunjung di Naypiydaw pada 20 hari sebelum terjadi kudeta militer dan penangakapan pemimipin terpilih Aung San Suu Kyi serta Presiden Win Myint.
Selama pertemuan mereka, pemimpin kudeta Myanmar saat itu berbagi dengan Wang “temuan” Tatmadaw tentang klaim kecurangan pemilu.
Pada 1 Februari, hanya beberapa jam sebelum Parlemen baru dijadwalkan bersidang di Naypyitaw, militer merebut kekuasaan dan mengumumkan keadaan darurat satu tahun di negara itu.
Junta militer mengklaim bahwa pihaknya dipaksa untuk bertindak karena dugaan kecurangan dalam pemilihan November dan kegagalan pemerintah yang dipimpin Aung San Suu Kyi untuk menangani masalah tersebut.
Ketika secara internasional tindakan junta adalah kudeta yang dikutuk, China menggambarkan pengambilalihan pemerintahan oleh militer Myanmar, sebagai “perombakan kabinet besar-besaran”.
Bersama dengan Rusia, China memblokir upaya baru-baru ini oleh Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk kudeta militer tersebut.
Beijing dan Moskwa melanjutkan pertahanan mereka terhadap rezim militer Myanmar pada sesi khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB baru-baru ini.
Mereka bersikeras bahwa perebutan kekuasaan dari pemerintah yang dipilih secara demokratis adalah urusan internal.
Chen bagaimanapun menegaskan dukungan Beijing terhadap pernyataan Dewan Keamanan PBB baru-baru ini yang mengungkapkan “keprihatinan yang mendalam” tentang keadaan deklarasi darurat Myanmar dan penahanan para pemimpin sipil nasional dan lainnya.
Chen mengatakan Suu Kyi menjaga hubungan baik dengan China, dan berkomitmen untuk membangun China-Myanmar Economic Corridor (CMEC) dan menerapkan praktik kerjasama di bidang lain.
CMEC adalah bagian dari skema pembangunan infrastruktur internasional Beijing yang luas, Belt and Road Initiative (BRI).
“Kami mengawasi situasi Aung San Suu Kyi dan lainnya,” kata Chen.
China telah menghadapi kecaman keras dari rakyat Myanmar menyusul kegagalannya untuk mengutuk para pembuat kudeta.
Di tengah protes anti-kudeta massal nasional yang sedang berlangsung, ribuan pengunjuk rasa berkumpul setiap hari di depan Kedutaan Besar China di Yangon, menuntut China menolak untuk mendukung rezim militer.
Pemuda di seluruh negeri juga telah meluncurkan kampanye untuk memboikot produk China dan meminta karyawan Myanmar dari proyek besar China untuk berpartisipasi dalam gerakan pembangkangan sipil, untuk menunjukkan penentangan mereka terhadap rezim militer.
Menanggapi tuduhan bahwa China mengirim teknisi untuk membantu militer membangun firewall internet, Chen mengatakan bahwa “ini benar-benar tidak masuk akal dan bahkan tuduhan yang konyol”.
Pesawat China yang tiba di Yangon melakukan penerbangan kargo rutin yang membawa makanan laut dan barang ekspor lainnya, katanya.
Ia membantah rumor di media sosial bahwa China telah menerbangkan para ahli IT yang ditugaskan untuk membangun firewall untuk rezim militer Myanmar.
Pada Rabu (17/2), seorang juru bicara militer juga menolak tuduhan bahwa mereka menerima bantuan dari China, mengklaim militer memiliki cukup ahli, jika memutuskan untuk membangun firewall internet.
Publik tetap curiga, karena 3 penerbangan lagi dari Kunming China mendarat di Bandara Internasional Yangon pada Minggu (14/2) di tengah penangguhan akses internet rezim dari jam 1 pagi hingga 9 pagi waktu setempat.
Chen juga mengatakan tentang tuduhan “sama sekali tidak konsisten dan jahat” oleh ribuan pengguna media sosial, bahwa China diam-diam mengirim senjata ke rezim militer untuk menindas pengunjuk rasa anti-kudeta.
“Kami menentang segala upaya (untuk) memanfaatkan urusan dalam negeri Myanmar untuk merusak kerja sama persahabatan antara China dan Myanmar, karena ini pada akhirnya akan merugikan kepentingan Myanmar sendiri,” ucap Chen.
Ratusan orang juga menggelar demonstrasi setiap hari di depan Kedutaan Besar Rusia untuk mengutuk pendiriannya dan menuntut agar Moskwa tidak mendukung rezim militer Myanmar.***kps/mpc/bs