Jenewa(MedanPunya) Pakar hak asasi manusia PBB di Myanmar, Thomas Andrews, mengatakan bahwa Rusia dan China menyediakan jet tempur kepada junta militer Myanmar untuk melawan warga sipil.
Andrews lantas meminta Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan aliran senjata ke Myanmar yang berpotensi digunakan untuk melaksanakan kekejaman.
Hal itu disampaikan Andrews dalam laporan yang dirilisnya pada Selasa (22/2).
Dalam laporan itu, dia juga menyebut bahwa Serbia juga merupakan salah satu dari tiga negara yang memasok senjata ke militer Myanmar yang merebut kekuasaan pada Februari 2021.
Andrews menuturkan, pengiriman senjata tersebut disadari penuh akan digunakan untuk menyerang warga sipil.
“Seharusnya tidak dapat disangkal bahwa senjata yang digunakan untuk membunuh warga sipil tidak boleh lagi ditransfer ke Myanmar,” kata Andrews dalam laporannya.
Sejak militer Myanmar melakukan kudeta dan menggulingkan pemerintah sipil pada 1 Februari 2021, Myanmar terjerembab ke dalam konflik serta kekerasan.
Sedikitnya 1.500 warga sipil tewas di tangan pasukan keamanan Myanmar menurut kelompok aktivis yang dikutip oleh PBB.
Selain itu, lebih dari 300.000 orang juga telah mengungsi akibat konflik antara militer dengan kelompok bersenjata bersenjata.
Junta militer Myanmar mengatakan, mereka memerangi “teroris” dan menolak apa pun yang mereka sebut sebagai “campur tangan PBB”.
Saat dihubungi Reuters, junta militer Myanmar dan Kementerian Luar Negeri Rusia tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar atas laporan tersebut.
Ditanya tentang laporan itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin memberikan tanggapan kepada Reuters.
Dia menuturkan, China selalu menganjurkan bahwa semua pihak dan faksi harus melanjutkan kepentingan jangka panjang dan menyelesaikan kontradiksi melalui dialog politik.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Serbia dalam sebuah pernyataan membantah memasok senjata ke militer Myanmar.
Kementerian itu menambahkan, sejak kudeta Myanmar, pihaknya memeriksa situasi terbaru dengan sangat hati-hati.
Dan pada Maret 2021, Serbia memutuskan untuk tidak mengirimkan senjata ke Myanmar baik berdasarkan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya atau permintaan ekspor baru.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia dan PBB menuduh junta menggunakan kekuatan yang tidak proporsional untuk memerangi milisi dan pemberontak etnis bersenjata, termasuk penggunaan artileri dan serangan udara di wilayah sipil.
Laporan Andrews mengatakan Rusia telah memasok drone, dua jenis jet tempur, dan dua jenis kendaraan lapis baja.
Sedangkan China dilaporkan mentransfer sejumlah jet tempur. Dan Serbia telah menyediakan roket dan peluru artileri, menurut laporan Andrews.
Tahun lalu, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi yang meminta anggotanya untuk menghentikan transfer senjata ke militer Myanmar.
Serbia memilih mendukung resolusi tersebut, tetapi Rusia dan China abstain.
China telah mendesak diakhirinya permusuhan di Myanmar, sedangkan Rusia telah menjadi sekutu diplomatik terdekat para jenderal Myanmar.
Andrews juga menyerukan agar akses militer Myanmar terhadap pendapatan migas dan cadangan devisa dipotong, ditambah larangan internasional atas pembelian kayu Myanmar, batu permata, dan sumber daya alam lainnya.
“Jika pendapatan yang diperlukan untuk mempertahankan kekuasaan militer seperti itu berkurang, kapasitas junta untuk menyerang dan meneror rakyat Myanmar akan berkurang,” ujar Andrews.***kps/mpc/bs