Kabul(MedanPunya) Kepala intelijen Barat khawatir penarikan pasukan Barat dari Afghanistan akan mendorong kebangkitan Al-Qaeda.
Keputusan Presiden AS Joe Biden untuk menarik sisa pasukan dari Afghanistan telah meningkatkan keberanian militan Taliban.
Taliban telah bersumpah untuk menyerang pasukan Barat yang tersisa di Afghanistan.
Pekan ini, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson diperkirakan akan memimpin pertemuan rahasia dengan Dewan Keamanan Nasional (NSC) untuk membahas bantuan militer apa yang harus ditinggalkan Inggris.
Mantan kepala Dinas Intelijen Rahasia, Sir Alex Younger, mengatakan bahwa “ancaman teror terhadap Inggris akan tumbuh, jika Barat meninggalkan Afghanistan”.
Namun, dilematis. Sebab, “ditinggalkan beberapa puluh pasukan SAS atau operasi Pasukan Khusus lainnya di negara itu (Afghanistan), tanpa perisai pelindung pangkalan militer AS dan dukungan udara, mereka berisiko diburu oleh Taliban yang bangkit kembali.”
“Menarik mereka (pasukan Inggris) keluar, seperti yang diminta Taliban, dan Barat menjadi tidak memiliki sarana untuk bereaksi cepat terhadap intelijen tentang aktivitas teroris,” terangnya.
Dalam beberapa hari terakhir, Taliban telah merebut satu per satu distrik Afghanistan dengan menyerbu pangkalan-pangkalan militer, saat pasukan pemerintah mengalami demoralisasi, sehingga mudah menyerah atau melarikan diri.
Para pengamat mengatakan bahwa momok terorisme internasional muncul kembali di Afghanistan, seperti yang dilansir dari BBC pada Rabu (7/7).
“(Keputusan) penarikan Biden dari Afghanistan membuat pengambilalihan oleh Taliban tak terelakkan dan memberi al-Qaeda kesempatan untuk membangun kembali jaringannya, ke titik di mana ia bisa sekali lagi merencanakan serangan di seluruh dunia,” kata Dr Sajjan Gohel, seorang analis keamanan dan terorisme.
Taliban adalah kelompok garis keras yang pernah memimpin Afghanistan sejak 1996 hingga 2001 dengan menerapkan aturan yang keras, diperikan akan kembali dalam beberapa bentuk.
Untuk saat ini, mereka mengatakan tidak memiliki ambisi untuk merebut secara paksa ibu kota negara Kabul.
Namun, Taliban telah menguasai sebagain besar wilayah Afghanistan, yang tampaknya sudah memiliki kekuatan dominan.
Sementara, mereka juga masih tetap menuntut Afghanistan menjadi negara Emirat Islam sesuai pedoman ketat mereka.
Al-Qaeda, rival dari ISIS di provinsi Khurasan, Iran, diperkirakan oleh para pengamat akan mengambil keuntungan dari kepergian pasukan Barat untuk memperluas operasi mereka di Afghanistan.
Dr Gohel, yang telah mempelajari kelompok-kelompok ekstremis di wilayah tersebut selama bertahun-tahun, tidak diragukan lagi bahwa kebangkitan Taliban adalah kebangkitan Al-Qaeda.
“Taliban tidak dapat dipisahkan dari Al-Qaeda, dengan kewajiban budaya, keluarga, dan politik yang tidak akan dapat ditinggalkan sepenuhnya,” kata Dr Gohel dari Asia Pacific Foundation.
Sejak pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden, memindahkan operasinya dari Sudan kembali ke Afghanistan pada 1996 hingga 2001. Taliban sebagai pihak yang menyediakan tempat yang aman baginya.
Arab Saudi, satu dari 3 negara yang mengakui pemerintah Taliban pada saat itu, mengirim kepala intelijennya, Pangeran Turki al-Faisal, untuk mencoba membujuk Taliban agar menyerahkan bin Laden.
Namun, Taliban tetap menolak dan kemudian dari pangkalan Al-Qaeda di Afghanistan terjadilah serangan 9/11 yang menghancurkan.
Kepala Staf Pertahanan Inggris, Jenderal Sir Nick Carter, yang melayani beberapa tur komando di Afghanistan, percaya bahwa kepemimpinan Taliban mungkin tidak akan berbagi kekuasaan dengan Al-Qaeda.
Carter melihat Taliban tidak ingin dilihat kembali sebagai paria internasional dan mereka telah belajar dari kesalahan mereka sebelumnya.
Namun, tidak dapat dipastikan juga kemampuan Taliban untuk menahan Al-Qaeda di masa depan, bahkan jika pemerintahan Afghanistan berada di tangan Taliban.
Disebutkan apa yang dibutuhkan Al-Qaeda maupun ISIS untuk berkembang adalah situasi negara yang kacau dan tidak stabil. Semua tanda itu ada di Afghanistan.***kps/mpc/bs