Washington(MedanPunya) Abu jenazah Perdana Menteri Jepang pada era Perang Dunia II, Hideki Tojo, disebar di Samudera Pasifik setelah dieksekusi, menurut dokumen pemerintah Amerika Serikat yang terungkap baru-baru ini.
Keputusan menyebar abu jenazah Tojo didasari kecemasan para pejabat AS bahwa para pendukung Tojo akan mencoba menemukan jenazahnya dan memperlakukannya sebagai martir.
Tojo adalah salah satu orang di balik serangan Jepang terhadap pangkalan militer AS di Pearl Harbor, Hawaii, pada tahun 1941.
Dia juga memimpin Jepang menduduki sejumlah negara di Asia Tenggara, termasuk Hindia Belanda yang kini menjadi Indonesia. Tojo pernah berkunjung ke Jawa pada tahun 1943.
Tojo dieksekusi mati bersama enam orang lainnya tahun 1948, setelah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan perang.
Usai eksekusi itu, jenazahnya mereka dikremasi. Abu jenazah Tojo lalu disebar di laut.
Fakta ini tertuang dalam dokumen rahasia AS yang baru saja dibuka untuk publik. Berkas ini ditemukan di Arsip Nasional AS di Washington DC dan didalami oleh Hiroaki Takazawa, dosen Universitas Nihon Tokyo.
Hideki Tojo mendukung rencana besar Kekaisaran Jepang mengalahkan hegemoni kolonial AS dan Eropa. (Getty Images)
Dalam berkas tertanggal 23 Desember 1948 itu terdapat keterangan dari Mayor Luther Frierson bahwa Tojo dan enam orang lainnya dieksekusi mati.
“Saya menyatakan bahwa saya menerima jenazah, mengawasi kremasi, dan menyebarkan abu para penjahat perang yang dieksekusi berikut ini di laut dari pesawat penghubung Angkatan Darat ke 8,” tulis Frierson.
Pada bagian bawah dokumen terdapat nama tujuh laki-laki yang dieksekusi mati, termasuk Hideki Tojo.
Mayor Frierson menulis bahwa dia menyaksikan eksekusi mati tersebut. Dia lalu naik ke pesawat, bersama abu jenazah yang ditempatkan di guci terpisah.
Mereka terbang sejauh 48 kilometer ke arah Samudera Pasifik, di sisi timur Yokohama. Di titik itulah, kata Frierson, dia menyebar abu jenazah tersebut.
Frierson berkata pula dalam dokumen itu bahwa alat kremasi yang digunakan lantas dibersihkan secara keseluruhan dari sisa abu jenazah.
Perawatan khusus dilakukan untuk mencegah partikel terkecil dari abu jenazah itu tertinggal di dalam alat kremasi.
Akademisi yang meneliti berkas ini, Hiroaki Takazawa, menyebut pejabat AS ketika itu bertekad menghentikan orang-orang menemukan abu jenazah Tojo.
“Selain mencegah agar jenazah Tojo tidak diagungkan, menurut saya, militer AS bersikeras tidak membiarkan jenazah itu kembali ke Jepang untuk menghina negara itu ,” kata Takazawa.
Walau jenazah mereka tidak dapat dikubur, orang-orang yang dieksekusi itu diabadikan di Kuil Yasukuni yang kontroversial di Jepang.
Kuil Shinto tersebut didedikasikan untuk sekitar 2,5 juta laki-laki, perempuan, dan anak-anak Jepang yang meninggal untuk negara mereka sejak didirikan pada tahun 1869.
Terdapat 14 penjahat perang Kelas A yang dihukum, termasuk Tojo, yang dikenang di kuil tersebut.
Politikus sayap kanan menganggap kuil ini sebagai simbol patriotisme. Namun politikus sayap kiri dan korban pendudukan Jepang, termasuk warga China dan Korea Selatan, menuding kuil itu mengglorifikasi militerisme Jepang pada masa lalu.
Tojo adalah jenderal di Angkatan Darat Kekaisaran Jepang. Dia menjabat perdana menteri Jepang dari tahun 1941 hingga 1944.
Tojo secara vokal mendukung ekspansi Jepang dan serangan pendahuluan terhadap kekuatan kolonial AS dan Eropa.
Sebagai perdana menteri, Tojo memimpin serangan Jepang ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Peristiwa itu disebut-sebut mendorong AS terlibat dalam Perang Dunia II.
Tojo juga memimpin Jepang menjajah sejumlah negara di kawasan Pasifik dan Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.
Tojo kehilangan dukungan dari Kaisar Jepang Hirohito pada tahun 1944 ketika Jepang menjadi sasaran utama dalam Perang Dunia II. Akibatnya, dia mengundurkan diri.
Tojo sempat mencoba bunuh diri saat pasukan AS mengepung rumahnya. Kala itu Jepang baru saja menyerah tanpa syarat pada September 1945, usai AS menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Namun upaya bunuh diri itu gagal.
Tojo dihukum karena kejahatan perang di pengadilan militer internasional pada tahun 1948. Dia dinyatakan bersalah, antara lain karena mengobarkan perang agresi dan memerintahkan perlakuan tidak manusiawi terhadap tawanan perang.
Tojo dijatuhi hukuman mati pada bulan November 1948 dan dieksekusi mati dengan cara digantung satu bulan setelahnya.***dtc/mpc/bs