Teheran(MedanPunya) Iran menuduh Perancis menyulut ekstremisme setelah Presiden Perancis Emmanuel Macron membela penerbitan kartun Nabi Muhammad.
Tudingan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dalam sebuat unggahan di akun Twitter-nya.
“Muslim adalah korban utama dari kultus kebencian diberdayakan oleh rezim kolonial & diekspor oleh klien mereka sendiri,” tulis Zarif.
“Menghina 1,9 miliar Muslim dan kesucian mereka, karena kejahatan menjijikkan dari ekstremis semacam itu, adalah penyalahgunaan kebebasan berbicara secara oportunis. Itu hanya menyulut ekstremisme,” imbuhnya.
Komentar Zarif tersebut menanggapi pernyataan yang dikeluarkan Macron setelah seorang remaja Chechnya membunuh seorang guru di Paris, Perancis, pada 16 Oktober.
Pada Minggu (25/10) Macron menulis di akun Twitter-nya bahwa dia tidak akan menyerah.
“Kami tidak menerima ujaran kebencian dan membela debat yang masuk akal,” tambah pemimpin Perancis tersebut.
Macron telah menyatakan perang terhadap “separatisme Islam” yang menurutnya telah mengambil alih beberapa komunitas Muslim di Perancis.
Boikot terhadap barang-barang Prancis sedang berlangsung di supermarket sejumlah negara Arab, seperti Qatar dan Kuwait.
Di sisi lain, para pemimpin agama di Iran belum menyerukan boikot terhadap produk dari Perancis.
Tetapi beberapa pejabat dan politikus Iran telah mengutuk Macron karena “Islamofobia” menurut media pemerintah Iran.
Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Ali Shamkhani mengatakan “perilaku irasional” Macron menunjukkan “kekasarannya dalam politik”.
Shamkhani menyatakan bahwa komentar Macron tersebut menunjukkan kurangnya pengalaman Macron dalam berpolitik.
Dia menasihati pemimpin Perancis tersebut untuk “membaca sejarah lebih banyak” dan tidak bergantung pada “dukungan dari Amerika Serikat (AS) yang merosot dan Israel yang memburuk”.
Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf mengecam “permusuhan bodoh” Perancis dengan Nabi Muhammad.
Ali Akbar Velayati, penasihat pemimpin tertinggi Iran untuk kebijakan luar negeri, mengatakan kartun itu seharusnya tidak dicetak ulang menyusul “kecaman global” terhadap majalah satire Perancis Charlie Hebdo.
“Kita seharusnya melihat majalah cabul yang menghina Nabi dicegah dicetak, tetapi penerapan standar ganda menyebabkan pemikiran sesat dan anti-agama ini juga memanifestasikan dirinya dalam sistem pendidikan negara,” kata Velayati dalam sebuah pernyataan.
Komentar Macron memicu protes di beberapa negara mayoritas Muslim dengan orang-orang membakar foto dirinya di Suriah dan membakar bendera Perancis di Libya.***kps/mpc/bs