Paris(MedanPunya) Presiden Prancis, Emmanuel Macron, mengkritik pemberitaan media asing terkait posisi Prancis terhadap ekstremisme Islam usai serentetan serangan di negara tersebut. Macron bahkan sampai menghubungi koresponden New York Times (NYT) yang melontarkan kritikannya.
Macron menghubungi koresponden NYT, Ben Smtih, untuk menyampaikan kritikan terhadap ulasan media terkemuka Amerika Serikat (AS) itu soal posisi Prancis terhadap ekstremisme, yang dianggap oleh Macron mengarah pada ‘melegimitasi’ tindak kekerasan.
“Ketika Prancis diserang lima tahun lalu, setiap negara di dunia mendukung kami,” tutur Macron kepada Smith yang kemudian dipublikasikan dalam tulisan kolom NYT edisi Minggu (15/11) waktu setempat.
“Jadi ketika saya melihat, dalam konteks itu, beberapa surat kabar yang saya yakini berasal dari negara-negara yang berbagi nilai-nilai kami … ketika saya melihat mereka melegitimasi kekerasan ini, dan mengatakan bahwa inti masalahnya adalah bahwa Prancis itu rasis dan (menganut) Islamofobia, maka saya katakan prinsip-prinsip dasar telah hilang,” ujar Macron.
Dalam tulisan kolom itu, Smith menyebut Macron berargumen bahwa: “Media asing telah gagal memahami ‘laicite’.”
Laicite merupakan prinsip sekularisme di Prancis, yang menjadi pilar dari kebijakan dan masyarakat Prancis.
Dukungan domestik untuk ketegasan soal perlunya para imigran merangkul nilai-nilai Prancis semakin menguat dibanding sebelumnya, sejak pemenggalan seorang guru bernama Samuel Paty yang menunjukkan karikatur Nabi Muhammad dalam salah satu kelasnya saat membahas kebebasan berbicara.
Beberapa waktu lalu, saat memberikan penghormatan kepada Paty, Macron menegaskan prinsip sekularisme Prancis dan tradisi satire yang telah ada sejak lama di negara tersebut. “Kami tidak akan menyerahkan kartun,” ucapnya saat itu.
Pernyataan dan pandangan Macron itu memicu pertanyaan, tidak hanya dalam protes kemarahan di berbagai negara mayoritas Muslim — kebanyakan menyerukan boikot produk Prancis — tapi juga oleh surat kabar berbahaya Inggris dan bahkan sekutu politik internasional.
Media Financial Times mempublikasikan artikel kolom oleh salah satu korespondennya yang berjudul ‘Perang Macron terhadap ‘separatisme Islam’ hanya semakin memecah-belah Prancis’. Surat kabar itu menurunkan tulisan kolom tersebut, dengan menyebut adanya kesalahan faktual.
Menegaskan posisi Prancis dalam suratnya kepada Financial Times, Macron membantah dirinya menstigmatisasi Muslim. “Prancis — kami diserang karena ini — adalah sama sekulernya bagi Muslim, seperti bagi penganut Kristen, Yahudi, Buddha dan semua penganut kepercayaan,” tegasnya.***dtc/mpc/bs