Tel Aviv(MedanPunya) Sejumlah pejabat Israel termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengamuk karena Perancis mau mengakui Palestina sebagai negara.
Netanyahu mengecam keputusan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang mengakui negara Palestina.
Dia menuding, Palestina akan menjadi pijakan pihak lain untuk menghancurkan Israel.
“Langkah seperti itu menguntungkan teror dan berisiko menciptakan proksi Iran lainnya, seperti yang terjadi di Gaza,” Netanyahu.
“Mari kita perjelas: Palestina tidak menginginkan negara di samping Israel,” tambahnya.
Pejabat lain yang mengecam Perancis adalah Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar.
“Dalih Presiden Perancis untuk mendikte status akhir di tanah kami hanya dengan sebuah pernyataan adalah absurd dan tidak serius,” ujar Saar.
Dia menambahkan, Palestina akan menjadi negara Hamas dan Macron tidak dapat memberikan keamanan bagi Israel.
Sedangkan Menteri Pertahanan Israel Katz menggambarkan keputusan Preancis tersebut sebagai aib dan sebuah hadiah serta dorongan bagi Hamas.
“Bukannya berdiri bersama Israel di masa pengadilan ini, Presiden Perancis justru bertindak untuk melemahkannya,” tulis Katz di X.
Sebelumnya, Macron mengumumkan bahwa Perancis akan mengakui Negara Palestina dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang.
“Setia pada komitmen historis Perancis terhadap perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Perancis akan mengakui Negara Palestina,” kata Macron melalui platform X, Kamis (24/7).
Macron juga mempublikasikan surat yang dikirimkan kepada Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas sebagai konfirmasi atas keputusan itu.
Dia seraya menyatakan niat untuk meyakinkan negara lain agar mengikuti langkah Perancis.
Jika terealisasi, Perancis akan menjadi negara besar pertama di blok Barat yang mengakui Palestina sebagai negara.
Di tengah krisis kelaparan, serangan militer Israel ke Gaza belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
Menurut PBB, sepanjang Juli 2025, satu warga sipil di Gaza terbunuh setiap 12 menit, menjadikan bulan ini sebagai salah satu periode paling mematikan sejak perang dimulai.
Pada Rabu, setidaknya 21 orang tewas akibat serangan Israel, lebih dari separuhnya adalah perempuan dan anak-anak, menurut otoritas kesehatan Palestina. .
Israel menyatakan sedang memperdalam operasi militernya di Kota Gaza dan Gaza utara.
Militer juga memperpanjang penahanan Direktur Rumah Sakit Lapangan Gaza Marwan Al-Hams hingga akhir bulan ini.
Hams dilaporkan mengalami luka tembak di kaki selama penahanan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut kelaparan massal di Gaza disebabkan oleh ulah manusia.
Dia menilai kondisi ini terjadi akibat blokade ketat yang menghambat masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
“Saya tidak tahu apa lagi yang bisa Anda sebut selain kelaparan massal. Itu buatan manusia, dan itu sangat jelas. Ini karena blokade,” ujar Tedros.
Pernyataan Tedros itu selaras dengan isi surat terbuka yang ditandatangani oleh 109 organisasi kemanusiaan internasional, termasuk Doctors Without Borders atau MSF, Amnesty International, dan Oxfam International.
Dalam surat tersebut, mereka menuding pemerintah Israel menghalangi distribusi bantuan yang menyelamatkan nyawa warga Gaza.
“Tepat di luar Gaza, dan bahkan di dalam wilayah itu sendiri, terdapat berton-ton makanan, air bersih, pasokan medis, perlengkapan tempat tinggal, dan bahan bakar yang tidak tersentuh karena organisasi kemanusiaan diblokir untuk mengakses atau mengirimkannya,” tulis lembaga-lembaga tersebut.
Mereka menyebut pembatasan, penundaan, dan fragmentasi distribusi yang diberlakukan Israel telah menciptakan kekacauan, kelaparan, dan kematian.***kps/mpc/bs