Port-au-Prince (MedanPunya) Otoritas Haiti meminta bantuan pasukan keamanan Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk membantu melindungi infrastruktur penting di wilayahnya, setelah Presiden Jovenel Moise dibunuh tentara bayaran.
Pembunuhan Moise oleh sekelompok pria bersenjata pada Rabu (7/7) dini hari dikhawatirkan membawa Haiti semakin dalam kepada krisis politik yang bisa memperburuk situasi kelaparan, kekerasan geng kriminal dan wabah virus Corona (COVID-19).
Menteri Urusan Pemilu, Mathias Pierre, menuturkan bahwa permintaan untuk bantuan keamanan AS telah dibahas dalam percakapan antara Perdana Menteri (PM) interim, Claude Joseph, dengan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, pada Rabu (7/7) waktu setempat.
Pierre menyatakan bahwa Haiti juga mengajukan permintaan yang sama kepada Dewan Keamanan PBB pada Kamis (8/7) waktu setempat.
“Kita berada dalam situasi di mana kita meyakini infrastruktur negara ini — pelabuhan, bandara dan infrastruktur energi — mungkin menjadi target,” ucap Pierre.
“Kami berpikir bahwa tentara bayaran bisa menghancurkan sejumlah infrastruktur untuk memicu kekacauan di negara ini. Dalam percakapan dengan Menteri Luar Negeri AS dan PBB, kami mengajukan permintaan ini,” imbuhnya.
Pierre juga menyebut bahwa tujuan lain dari permintaan bantuan keamanan ini untuk memungkinkan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilu legislatif yang dijadwalkan pada 26 September mendatang, bisa tetap digelar.
Saat ditanya soal permintaan bantuan keamanan ini, seorang juru bicara Pentagon atau Departemen Pertahanan AS mengonfirmasi bahwa pemerintah Haiti memang meminta bantuan keamanan dan penyelidikan. Juru bicara Pentagon itu juga menyatakan akan tetap melakukan komunikasi rutin dengan Haiti untuk membahas bagaimana AS bisa membantu.
Otoritas AS sebelumnya mengumumkan pengiriman sejumlah penegak hukum dari Biro Investigasi Federal (FBI) dan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) ke Haiti dalam waktu dekat untuk membantu penyelidikan.
Diketahui bahwa Kepolisian Haiti mengungkapkan pembunuhan Moise dilakukan sebuah unit komando beranggotakan 28 orang, yang terdiri atas 26 warga Kolombia dan dua warga AS keturunan Haiti. Dua warga AS itu diidentifikasi sebagai James Solages (35) dan Joseph Vincent (55), yang berasal dari Florida, AS.
Para pembunuh Moise disebut sebagai tentara bayaran oleh otoritas Haiti, namun motif dan aktor intelektual di balik pembunuhan itu masih belum jelas.
Hakim setempat yang menyelidiki kasus ini menuturkan kepada Reuters bahwa Moise ditemukan tergeletak tak bernyawa di lantai kamar tidurnya. Pintu depan kediaman Moise di Port-au-Prince memiliki tanda-tanda dibuka paksa, dengan sejumlah ruangan lainnya sempat digeledah.
“Tubuhnya penuh dengan peluru. Ada banyak darah di sekitar jenazahnya dan pada tangga,” sebut jaksa Petionville, Carl Henry Destin.
Selain AS, Kolombia juga akan mengirimkan kepala direktorat intelijen nasional dan direktur intelijen kepolisian nasional ke Haiti bersama Interpol untuk membantu penyelidikan.***dtc/mpc/bs