Yerusalem(MedanPunya) Delegasi diplomat Eropa yang berkunjung ke Yerusalem Timur untuk memprotes rencana pembangunan permukiman bagi warga Yahudi dihadang dan diteriaki oleh kalangan nasionalis Israel.
Israel berencana membangun 1.250 rumah untuk para pemukim Yahudi di Givat Hamatos, yang berada di pinggiran kawasan pendudukan Yerusalem Timur.
Utusan PBB mengatakan pembangunan perumahan ini mengancam prospek pendirian negara Palestina di masa depan. Palestina ingin menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara.
Sejumlah diplomat Eropa mendatangi Givat Hamatos pada hari Senin (16/11) untuk memprotes rencana Israel.
Namun mereka dihadang dan diteriaki oleh kelompok nasionalis Israel yang mengatakan “kamu sungguh memalukan” kepada para diplomat, seperti terlihat dalam video yang diunggah seorang wartawan di Twitter.
Orang-orang nasionalis juga menuduh diplomat Eropa “mendukung antisemitisme dan terorisme”.
Israel telah membuka tender kepada kontraktor untuk mengerjakan proyek pembangunan di Givat Hamatos.
Di bawah Presiden Donald Trump, Amerika Serikat mengambil sikap membolehkan pembangunan permukiman Yahudi, tapi Joe Biden, yang memenangkan pemilihan presiden Amerika, diharapkan mengubah kebijakan tersebut.
Kelompok antipermukiman mengatakan mereka meyakini pihak berwenang Israel, “sengaja memanfaatkan waktu dan ingin segera memulai proyek pembangunan tersebut”, sebelum Biden mulai bekerja.
Lebih dari 600.000 warga Yahudi tinggal di 140 kompleks permukiman, sejak Israel merebut dan menduduki di Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada 1967.
Sebagian besar negara berpandangan permukiman itu melanggar hukum internasional, namun Israel menolak pandangan ini.
Rencana pembangunan 1.250 unit rumah di Givat Hamatos dihidupkan kembali oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu pada Februari.
Tadinya proyek ini dihentikan di tengah penentangan keras masyarakat internasional.
Pada Minggu kemarin, Badan Pertanahan Israel (ILA) meminta kontraktor bangunan untuk mengajukan penawaran paling lambat pada 18 Januari.
Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Nickolay Mladenov, mengatakan dia “sangat prihatin” dengan langkah itu dan meminta untuk dibatalkan.
“Jika dibangun, ini akan makin menguatkan keberadaan permukiman di Yerusalem dengan Bethlehem di wilayah pendudukan Tepi Barat.
“Ini akan secara signifikan merusak prospek pendirian negara Palestina di masa depan berdasarkan garis perbatasan 1967 dengan Yerusalem sebagai ibu kota dari masing-masing negara,” tambahnya.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrel mengatakan dia “sangat khawatir”.
Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Otorita Palestina, mengatakan tender proyek pembangunan ini merupakan bagian dari usaha Israel “untuk membunuh solusi dua-negara yang didukung masyarakat internasional”.
Kelompok antipermukiman Israel, Peace Now, mencatat bahwa tenggat waktu penawaran proyek pembangunan dari Badan Pertanahan Israel berakhir dua hari sebelum Joe Biden dilantik menjadi presiden AS.
Kelompok ini menuding pemerintahan Netanyahu “mengambil kesempatan minggu-minggu terakhir pemerintahan Trump untuk menetapkan fakta di lapangan bahwa akan sangat sulit dibatalkan guna mencapai perdamaian”.
Presiden Trump tahun lalu mengubah kebijakan AS terkait keberadaan permukiman Yahudi di Tepi Barat dengan mengatakan bahwa “permukiman di Tepi Barat bukan pelanggaran atas hukum internasional”.
Joe Biden diharapkan untuk mengubah kebijakan itu, tapi dia mengatakan tidak akan membatalkan keputusan Trump pada 2017 yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Presiden AS yang segera lengser ini meluncurkan rencana perdamaian Januari lalu, meskipun Palestina mengatakan rencana itu berat sebelah ke Israel dan ini memberikan lampu hijau untuk mencaplok wilayah Tepi Barat.
Undangan penawaran untuk Givat Hamatos telah dipublikasi beberapa hari sebelum kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Israel.
Media di Israel melaporkan, Pompeo berharap menjadi menlu AS pertama yang mengunjungi permukiman di Tepi Barat – tindakan yang disebut PM Palestina akan menimbulkan “preseden berbahaya”.
Departemen luar negeri AS belum mengkonfirmasi jadwal perjalanan Pompeo ke Israel.***dtc/mpc/bs