Moskow(MedanPunya) Presiden Rusia Vladimir Putin melontarkan kemungkinan negaranya akan melanjutkan uji coba nuklir. Jika terwujud, maka uji coba nuklir terbaru oleh Moskow nantinya akan menjadi yang pertama dalam lebih dari tiga dekade terakhir.
Rusia juga mungkin akan menarik ratifikasi yang sebelumnya diberikan untuk perjanjian larangan uji coba nuklir, jika memutuskan untuk melanjutkan uji coba di masa mendatang.
Putin sebagai pengambil keputusan utama di negara yang memiliki kekuatan nuklir terbesar di dunia, juga mengatakan bahwa Moskow telah berhasil menguji coba rudal jelajah bertenaga nuklir dan berkemampuan nuklir, Burevestnik, yang kemampuannya diklaim tak tertandingi.
Pernyataan itu disampaikan Putin saat menghadiri pertemuan Klub Diskusi Valdai di Sochi pada Kamis (5/10) waktu setempat.
Ditegaskan oleh Putin dalam forum itu bahwa Rusia tidak perlu mengubah doktrin nuklirnya, karena setiap serangan terhadap negara itu akan memicu respons sepersekian detik dengan ratusan rudal nuklir sehingga tidak ada musuh yang bisa bertahan hidup.
“Apakah kita perlu mengubah hal ini? Dan mengapa? Segalanya bisa diubah tapi saya tidak melihat perlunya hal itu,” tegas Putin merujuk pada doktrin nuklir Rusia — kebijakan Kremlin yang menetapkan kondisi kapan Moskow mungkin menggunakan senjata nuklirnya.
Keberadaan Rusia sebagai negara, menurut Putin, tidak berada di bawah ancaman. “Saya pikir tidak ada orang yang berakal sehat dan memiliki ingatan jernih, yang akan berpikir untuk menggunakan senjata nuklir terhadap Rusia,” sebutnya.
“Saya mendengar seruan untuk mulai menguji coba senjata nuklir, untuk kembali melakukan pengujian,” imbuh Putin, merujuk pada saran para ilmuwan politik garis keras dan komentator yang mengatakan langkah itu bisa mengirimkan pesan kuat kepada musuh-musuh Rusia di Barat.
Lebih lanjut, Putin menekankan bahwa Amerika Serikat (AS) telah menandatangani Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif, namun belum meratifikasinya. Sementara Rusia telah menandatangani dan meratifikasi perjanjian itu.
Ada kemungkinan, sebut Putin, bagi Moskow untuk menarik ratifikasi perjanjian tersebut.
“Saya belum siap untuk mengatakan apakah kita benar-benar perlu melakukan uji coba atau tidak, namun secara teori mungkin kita akan berperilaku sama seperti Amerika Serikat,” ucapnya.
“Tapi ini pertanyaan para deputi Duma Negara (majelis rendah parlemen Rusia-red). Secara teori, ratifikasi ini bisa saja dicabut. Itu saja sudah cukup,” kata Putin.
Dia menjawab pertanyaan dari ilmuwan politik garis keras Rusia, Sergei Karaganov, yang menginginkan sikap nuklir yang lebih keras. Karaganov bertanya apakah Putin harus menurunkan ambang batas nuklir untuk menyadarkan mitra-mitra Rusia yang ‘kurang terbuka’.
Di dalam wilayah Rusia, beberapa pihak menyerukan agar Putin meledakkan bom nuklir untuk menunjukkan kepada Barat bahwa kesabaran Moskow untuk dukungan Barat pada Ukraina semakin tipis dan menegaskan keengganan Rusia untuk berunding.
Seruan terbaru datang dari pemimpin redaksi media RT yang didanai pemerintah Rusia, Margarita Simonyan, yang menyarankan agar Moskow meledakkan bom nuklir di wilayah Siberia.
Terlepas dari itu, diketahui bahwa dalam lima dekade antara tahun 1945 hingga Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif berlaku tahun 1996, lebih dari 2.000 uji coba nuklir telah dilakukan. Menurut PBB, sebanyak 1.032 uji coba nuklir dilakukan oleh AS dan 715 uji coba nuklir dilakukan oleh Uni Soviet.
Uni Soviet terakhir kali menggelar uji coba nuklir tahun 1990, sedangkan AS terakhir kali menguji coba nuklir tahun 1992.***dtc/mpc/bs