Moskow(MedanPunya) Pemerintah Rusia berharap Turki akan menahan diri dari “penggunaan kekuatan yang berlebihan” di Suriah, di mana Ankara telah melakukan serangan udara dan mengancam akan melancarkan serangan darat terhadap kelompok Kurdi.
“Kami berharap dapat meyakinkan rekan-rekan Turki kami untuk menahan diri dari penggunaan kekuatan yang berlebihan di wilayah Suriah guna menghindari meningkatnya ketegangan,” ujar Alexander Lavrentyev, utusan khusus Presiden Rusia Vladimir Putin untuk Suriah, kepada para wartawan.
Sebelumnya pada Minggu (20/11), Turki melancarkan serangkaian serangan udara yang menargetkan pangkalan-pangkalan militan Kurdi di Suriah utara dan Irak.
Sedikitnya 37 orang tewas dalam serangan itu, menurut sebuah laporan oleh kelompok pemantau yang berbasis di Inggris, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.
“Rusia telah berbulan-bulan … melakukan segala yang mungkin untuk mencegah operasi darat berskala besar,” kata Lavrentyev di Astana, ibu kota Kazakhstan, yang menjadi tuan rumah pertemuan tripartit antara Rusia, Turki dan Iran mengenai Suriah.
Ketiga negara tersebut adalah pemain utama dalam perang di Suriah, yang telah merenggut hampir setengah juta jiwa sejak 2011.
Sejak Mei lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengancam akan melancarkan operasi militer baru terhadap kelompok Kurdi di Suriah utara.
“Kami akan membuat mereka yang mengganggu kami di wilayah kami membayarnya,” kata Erdogan pada hari Senin (21/11).
Dia menambahkan bahwa konsultasi sedang berlangsung “untuk memutuskan tingkat kekuatan yang harus digunakan oleh pasukan darat kami”.
Pada Minggu (20/11), pesawat-pesawat tempur Turki melakukan serangan udara terhadap pangkalan-pangkalan militan Kurdi di Suriah dan Irak, menghancurkan 89 target, kata Kementerian Pertahanan Turki. Serangan udara itu dilakukan Turki sebagai pembalasan atas serangan bom di kota Istanbul yang menewaskan enam orang dan melukai 81 orang lainnya pekan lalu.
Otoritas Turki menyalahkan kelompok Kurdi, Partai Pekerja Kurdistan (PKK) atas ledakan Istanbul tersebut.
PKK telah mengobarkan pemberontakan berdarah di Turki selama beberapa dekade dan ditetapkan sebagai kelompok teror oleh Ankara dan sekutu Baratnya. Namun, pihaknya membantah terlibat dalam ledakan bom di Istanbul pada 13 November tersebut.***dtc/mpc/bs