Jakarta(MedanPunya) Seorang peneliti mengungkap bahwa jika Perang Dunia III terjadi, maka perang tersebut bukanlah perang habis-habisan dengan nuklir. Selama ini, perang semacam itu dikhawatirkan oleh banyak pihak karena dapat menimbulkan pemusnahan total. Justru menurutnya, adanya nuklir akan mencegah perang dahsyat.
Analisis ini dikemukakan oleh Profesor Sean McFate seorang ahli dalam Strategi Keamanan Nasional asal Syracuse University, Amerika Serikat. Menurutnya, saat ini konsep perang dunia tidak terlalu mengarah pada konsep nuklir Mutual Assured Destruction(MAD).
MAD adalah doktrin keamanan nasional yang menyatakan penggunaan nuklir skala penuh oleh penyerang dan pihak yang bertahan, akan menimbulkan pemusnahan total kedua belah pihak. Alhasil, ini merupakan teori pencegahan yang rasional untuk mencegah penggunaan senjata yang sama oleh musuh yang dalam hal ini adalah nuklir.
McFate dalam hal ini memprediksi bahwa negara dengan kekuatan militer yang besar seperti Rusia dan Cina tidak akan mau berperang total dengan AS karena alasan nuklir tersebut.
“Lawan raksasa seperti Cina dan Rusia tidak menginginkan perang dengan AS seperti halnya Amerika karena satu alasan yaitu nuklir,” ungkap McFate.
Dengan begini, McFate menyimpulkan bahwa senjata nuklir dapat menjadi alasan utama Cina tidak akan mau berkonflik dengan AS meskipun mereka memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir yang mana jumlah tersebut lebih besar daripada AS.
Dalam perkembangannya, AS selalu memastikan kesiapan dalam menghadapi perang nuklir dengan nilai produksi hulu ledak nuklir baru yang ditempatkan dalam rudal sejak era 1980-an. Produksi senjata nuklir di AS dimulai ketika akhir Perang Dunia II di Los Alamos New Mexico, AS. Walau begitu, saat itu kondisi geopolitik yang ada berbeda dengan hari ini.
Di China dan Rusia, mereka negara dengan kekuatan utama nuklir yang besar. Dalam hal ini China dengan cepat memperbesar kemampuan persenjataan nuklir mereka dengan terus menggandakan hulu ledak nuklir mereka dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam beberapa konflik seperti konflik Rusia-Ukraina, China menyatakan dukungannya pada Rusia yang mana hal ini meningkatkan kehangatan hubungan kedua negara tersebut. Contoh dari kehangatan ini dapat dilihat dari catatan Atlantic Council yang mencatat bahwa ekspor truk besar China ke Rusia meningkat sepuluh kali lipat pasca pecahnya konflik Februari 2022.
Meletusnya konflik Palestina-Hamas dan masuknya AS ke konflik di sana dengan menyerang Houthi juga menimbulkan banyak spekulasi bahwa Iran dan AS akan terlibat konflik langsung.
Walau begitu, McFate menganggap bahwa Iran bukanlah ancaman utama bagi AS dan untuk soal Cina serta Rusia, ia berpendapat bahwa tidak akan terjadi konflik secara langsung seperti dikatakan sebelumnya.***dtc/mpc/bs