Ankara(MedanPunya) Otoritas Turki marah dan menolak keputusan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, untuk secara resmi mengakui genosida Armenia di bawah Kekaisaran Ottoman pada era Perang Dunia I silam. Turki menuduh AS berupaya menulis ulang sejarah.
Otoritas Turki memprotes keputusan AS untuk memihak Armenia, Prancis, Jerman, Rusia dan berbagai negara soal interpretasi mereka soal peristiwa mengerikan yang terjadi selama Perang Dunia I silam.
“Kata-kata tidak bisa mengubah atau menulis ulang sejarah,” cetus Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, dalam pernyataan via Twitter, beberapa saat usai Biden mengumumkan keputusannya itu.
“Kita tidak akan menerima pelajaran dari siapapun soal sejarah kita,” tegasnya.
Kementerian Luar Negeri Turki kemudian memanggil Duta Besar AS, David Satterfield, untuk menyampaikan keberatan atas keputusan AS tersebut. Laporan Anadolu News Agency menyatakan Turki menekankan bahwa keputusan Biden memicu ‘luka dalam hubungan yang sulit diperbaiki’.
Biden menjadi Presiden pertama AS yang menggunakan kata ‘genosida’ dalam pernyataan membahas peringatan soal pembantaian tahun 1915-1917 silam, yang terjadi saat Kekaisaran Ottoman runtuh.
Berupaya melunakkan dampak keputusannya terhadap Turki yang merupakan mitra strategis AS di NATO, Biden menghubungi Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Jumat (23/4) waktu setempat. Dalam percakapan telepon itu, Biden dan Erdogan sepakat bertemu di sela-sela pertemuan NATO pada Juni mendatang.
Erdogan secara hati-hati menyampaikan komentar soal keputusan AS itu. Dalam pesan kepada patriarki Armenia di Istanbul, Erdogan menuduh ‘pihak ketiga’ berupaya mempolitisasi isu yang menjadi perdebatan sejak lama.
“Tidak ada yang diuntungkan dari perdebatan ini — yang seharusnya dilakukan oleh para sejarawan — dipolitisasi oleh pihak ketiga dan menjadi alat campur tangan di negara kita,” sebut Erdogan.
Dalam pernyataan yang bernada lebih damai, Erdogan menyatakan Turki ‘siap mengembangkan hubungan dengan Armenia didasarkan pada situasi yang baik dan saling menghormati’.
Namun pernyataan Kementerian Luar Negeri Turki memberikan reaksi lebih keras. “Kami menolak dan mengecam secara tegas pernyataan Presiden AS terkait peristiwa tahun 1915 yang disampaikan di bahwa tekanan lingkaran Armenia radikal dan kelompok anti-Turki,” demikian pernyataan keras dari Kementerian Luar Negeri Turki.
“Jelas bahwa pernyataan yang disampaikan tidak memiliki dasar ilmiah dan hukum, juga tidak didukung oleh bukti apapun,” imbuh pernyataan tersebut.
Armenia, yang didukung banyak sejarawan dan akademisi, menyatakan 1,5 juta rakyat mereka tewas dalam genosida yang terjadi di bawah Kekaisaran Ottoman, yang saat itu memerangi Tsar Rusia di area-area yang mencakup Armenia saat ini.
Turki menerima bahwa baik orang Armenia dan Turki tewas dalam jumlah besar selama Perang Dunia I, namun secara tegas menyangkal ada kebijakan genosida yang disengaja — istilah yang saat itu belum didefinisikan secara hukum. Turki menyebut korban tewas di kalangan orang Armenia mencapai sekitar 300 ribu orang.***dtc/mpc/bs