Iuran BPJS Kesehatan Dipastikan Naik

Jakarta(MedanPunya) Pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan bahwa penyesuaian tarif ini dilakukan demi keberlanjutan.

Rencana kenaikan iuran ini didasarkan pada beberapa faktor, salah satunya lantaran adanya peningkatan biaya layanan kesehatan dan jumlah peserta yang terus bertambah.

Sejak tahun 2020 hingga 2024, jumlah peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) meningkat dari 222 juta menjadi 278 juta jiwa. Hal ini berdampak pada peningkatan pemanfaatan layanan kesehatan, yang pada tahun 2024 mencapai 673,90 juta pemanfaatan.

“Setiap tahun inflasi kesehatan naik 15 persen. Tidak mungkin dana yang tersedia saat ini bisa terus menanggung kenaikan tersebut tanpa penyesuaian,” ujar Budi saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Senayan, Jakarta.

Selain itu, pada tahun 2023, pemerintah telah menyesuaikan tarif layanan kesehatan di fasilitas kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2022.

Penyesuaian ini menyebabkan peningkatan biaya layanan kesehatan yang signifikan pada beberapa paket manfaat tertentu.

Budi mengatakan, iuran BPJS terakhir kali mengalami kenaikan pada tahun 2020 dan belum mengalami penyesuaian lagi sampai saat ini. Jika iuran tak dinaikkan, hal itu bisa menyulitkan keuangan BPJS Kesehatan.

“Sama seperti inflasi yang naik 5 persen, tetapi gaji pegawai negeri atau menteri tidak naik selama lima tahun. Itu kan menyulitkan. Begitu juga dengan iuran BPJS. Jika tetap stagnan sementara biaya kesehatan terus meningkat, BPJS bisa kesulitan membiayai layanan,” ujar dia.

Menurut mantan Dirut Bank Mandiri itu, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan serta merta membebani masyarakat kelas ekonomi bawah.

“Jika iuran naik, kita harus memastikan bahwa masyarakat miskin tidak terkena dampaknya. Mereka tetap akan di-cover 100 persen oleh pemerintah. Beban kenaikan ini nantinya akan menjadi tanggung jawab negara, dan itu sesuai dengan tugas konstitusi pemerintah,” katanya.

Budi mengakui, menaikkan iuran BPJS Kesehatan bukan keputusan yang populer dan dipastikan akan memantik banyak kritik.

“Ini memang bukan keputusan yang populer, tetapi seseorang harus menyampaikannya. Jika terus dibiarkan, dampaknya bisa lebih berbahaya bagi BPJS dan masyarakat. Dengan inflasi kesehatan yang naik 10-15 persen per tahun, sementara tarif BPJS tidak berubah selama lima tahun, jelas perlu ada penyesuaian,” beber dia.

Sementara, BPJS Kesehatan mencatatkan defisit sebesar Rp 9,56 triliun di tahun 2024. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor di belakangnya.

Berdasarkan dari data paparan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut desifit ini dihitung dari pendapatan BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 165,73 triliun di 2024, sementara beban jaminan kesehatan mencapai Rp 174,90 triliun di 2024.

Artinya, bila dikurangi antara pendapatan dan beban jaminan kesehatan terjadi defisit sebesar Rp 9,56 triliun.

Ada beberapa penyebab defisit BPJS Kesehatan, pertama peningkatan jaminan setelah Covid-19. Kedua adalah tingkat keaktifan peserta yang masih rendah, ketiga yakni upaya pencegahan fraud yang belum optimal.

Tercatat, tingkat kepesertaan non aktif BPJS Kesehatan mencapai 55.428.755 jiwa per Desember 2024. Di mana, hal ini menjadi salah satu faktor timbulnya defisit di BPJS Kesehatan.***kps/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version