Pemerintah Mau Tarik Utang Rp 323 T Lagi di Kuartal II-2021

Jakarta(MedanPunya) Pemerintah menargetkan penarikan utang baru sebesar Rp 323,4 triliun selama kuartal II-2021 atau pada periode April-Mei-Juni. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode tiga bulan sebelumnya yang sebesar Rp 334,79 triliun.

Berdasarkan laporan debt portfolio review kuartal I-2021, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat, rencana penarikan utang baru di kuartal II tahun ini terdiri dari surat utang negara (SUN), surat berharga syariah negara (SBSN), dan pinjaman tunai.

Jika dilihat lagi, penerbitan melalui SUN ditargetkan sebesar Rp 194,6 triliun. Penerbitannya dilakukan dengan lelang, penerbitan samurai bond, dan private placement dengan tujuan khusus.

Sementara penerbitan SBSN ditargetkan sebesar Rp 108,4 triliun melalui lelang, penerbitan sukuk valas, dan private placement dengan tujuan khusus.

Sedangkan dari pinjaman tunai ditarget sebesar Rp 20,4 triliun. Pinjaman ini dilakukan melalui pengadaan dari World Bank (WB/Bank Dunia), AIIB, KfW, dan JICA. Lalu, sumber pemberi pinjaman dapat berubah sesuai dengan progres negosiasi dan penyiapan dokumentasinya.

Dalam rencana penarikan utang baru di kuartal II-2021, pemerintah masih memandang adanya risiko ekonomi makro dan pembiayaan yang cenderung meningkat. Penyebabnya, pemulihan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang lebih cepat, tensi geopolitik akibat kemungkinan berlanjutnya perang tarif antara AS dengan China dan krisis Myanmar. Selanjutnya penundaan pemberian vaksin AstraZeneca oleh beberapa negara.

Adapun dampak dari risiko itu, dijelaskan adanya kenaikan inflasi dan yield surat berharga AS yang dapat mendorong penguatan mata uang USD, memberi tekanan pada sektor keuangan negara berkembang atau emerging market seperti yang terjadi di 2013 – taper tantrum.

Lalu, perang tarif dapat memicu instabilitas politik di kawasan, serta penundaan pemberian vaksinasi dapat menyebabkan percepatan pemulihan ekonomi terhambat.

Namun demikian pemerintah juga telah menyiapkan mitigasinya, jangka pendek menengah dengan memperkuat pendalaman pasar keuangan dalam negeri. Koordinasi intensif dengan Bank Indonesia untuk menjaga cadangan devisa. Pembatasan impor secara selektif dan pemberian stimulus pada ekspor untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.

“Pengembangan pasar ekspor non tradisional. Melanjutkan program vaksinasi dengan diversifikasi produk vaksin,” tulis laporan tersebut.

Sementara mitigasi jangka panjang adalah melanjutkan kebijakan pengurangan ketergantungan energi minyak bumi.

Untuk risiko pembiayaan utang yang cenderung meningkat, laporan DJPPR Kementerian Keuangan mencatat penyebab utamanya tekanan kenaikan US Treasury dan perbaikan ekonomi AS yang progresif berpotensi untuk capital outflow dan kecenderungan pelemahan nilai tukar atau kurs rupiah.

Dampaknya, target penerbitan utang tahun 2021 dapat dipenuhi, namun terdapat potensi peningkatan cost of borrowing.

Upaya mitigasinya yang sudah disiapkan adalah melakukan liability management melalui debt switch dan buyback. Selain itu juga memaksimalkan penerbitan SBN pada kuartal III 2021 dan kuartal IV 2021, mengoptimalkan dukungan Bank Indonesia (BI) sebagai standby buyer, dan terus berkoordinasi dengan pemberi pinjaman.***dtc/mpc/bs

Berikan Komentar:
Exit mobile version