Sri Mulyani Sebut Ekonomi 5% Tak Cukup buat RI Jadi Negara Maju

Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers mengenai Pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (24/5/2019). Menteri Keuangan menyatakan telah mencairkan THR sebesar Rp19 triliun atau 19 persen dari proyeksi kebutuhan dana (Rp20 triliun) yang digunakan untuk membayar THR bagi PNS, Prajurit TNI dan Polri sebesar Rp11,4 triliun dan penerima pensiun atau tunjangan sebesar Rp7,6 triliun. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.

Jakarta(MedanPunya) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia terjaga di level 5% di tengah pelemahan ekonomi global. Meski begitu, pertumbuhan itu disebut tidak cukup untuk mencapai cita-cita Indonesia menjadi negara berpenghasilan tinggi (high income country) alias negara maju.

“Tentu kalau ditanya 5% cukup? Tidak, terhadap keinginan kita untuk menciptakan kemajuan atau mencapai high income country,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (28/8).

Sri Mulyani menyebut pertumbuhan 5% mampu dicapai Indonesia di tengah berbagai dinamika dan hiruk pikuk kondisi global yang cenderung negatif dari sisi pertumbuhan, ekspor, impor, maupun dari segi inflasi dan suku bunga.

“Ini adalah 5% yang tidak biasa karena environment global sebenarnya menekan luar biasa besar seperti perang, inflasi tinggi, suku bunga tinggi, global growth melemah dan terjadinya protectionism,” ucapnya.

Pertumbuhan ekonomi yang terjaga stabil di 5% dinilai bisa digunakan sebagai modal Indonesia untuk terus tumbuh ke depan.

“Kalau dilihat dari environment yang sangat menekan, yang theoretically banyak negara mengalami tekanan pelemahan atau bahkan masuk resesi di Eropa, kita masih bisa menjaga 5% itu berarti kita terus harus menjaga resep untuk menyeimbangkan domestik demand dengan tetap secara oportunistik memanfaatkan global environment,” imbuhnya.

Menurut Sri Mulyani, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia ingin mencapai di atas 5%, instrumennya bukan pada stimulus fiskal moneter, melainkan harus melalui kebijakan struktural dan produktivitas.

“Sehingga strategi kita konsumsi rumah tangga akan dijaga, investasi terutama melalui berbagai sektor-sektor yang didorong sering menggunakan instrumen fiskal untuk menciptakan insentif baik dikonsumsi rumah tangga maupun investasi,” imbuhnya.***dtc/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version