Banding Ditolak, Eks Pejabat Bank Sumut Dibui 10 Tahun karena Korupsi

Medan(MedanPunya) Pengadilan Tinggi (PT) Medan menolak banding mantan Pemimpin Divisi Treasury Bank Sumut, Maulana Akhyar Lubis. Alhasil, ia tetap divonis 10 tahun penjara dalam kasus korupsi dana investasi senilai Rp 202 miliar.

Maulana didakwa melakukan korupsi terkait investasi yang dilakukan Bank Sumut. Perbuatan Maulana disebut menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 202 miliar.

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 202.072.450.000 atau setidak-tidaknya sejumlah itu dengan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut,” kata jaksa Robertson Pakpahan saat membacakan dakwaan di PN Medan pada 6 Juli 2020.

Maulana disebut mengarahkan agar Bank Sumut membeli MTN PT SNP. Pembelian MTN itu disebut dilakukan tanpa proses analisis perusahaan sehingga terjadi gagal bayar karena PT SNP dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Hal tersebutlah yang menyebabkan kerugian negara. Selain itu, Maulana didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 514 juta. Pencucian uang itu disebut dilakukan dengan modus menggunakan rekening investasi.

Pada 11 November 2020, PN Medan memutuskan Maulana bersalah melakukan tindak pidana korupsi. PN Medan menjatuhkan pidana terhadap Maulana Akhyar Lubis dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.

Maulana juga dihukum membayar uang pengganti Rp 514 juta. Jika tak bisa membayar dalam 1 bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap, harta bendanya disita.

Atas hal itu, Maulana mengajukan banding. Apa kata majelis tinggi?

“Mengubah, Putusan Pengadilan Negeri Medan yang dimohonkan banding tersebut sekedar tentang besarnya jumlah denda yang dijatuhkan kepada Terdakwa,” kata ketua majelis Mangatas Malau sebagaimana tertuang dalam putusan yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (15/2).

Majelis itu beranggotakan Linton Sirait dan Sazili. Denda yang diubah yaitu dari Rp 300 juta menjadi Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

“Menghukum Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 514 juta dengan ketentuan jika Terdakwa tidak sanggup membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita sebagai pembayaran pidana uang pengganti dan apabila harta kekayaan Terdakwa tidak mencukupi maka akan diganti dengan hukuman selama 2 tahun penjara,” ucap majelis.

Dalam proses banding, Maulana mengajukan memori banding. Ia keberatan dengan hukuman tersebut. Berikut pembelannya:

Bahwa menurut fakta yang terungkap dalam persidangan, pembelian MTN PT. SNP oleh PT. Bank SUMUT melalui Divisi Tresuri dalam hal ini Termohon Banding (Terdakwa) telah dilakukan sesuai dengan prosedur pada PT. Bank SUMUT baik SK 531/Dir/DTS-TS/SK/2004 tentang Pedoman Tresuri PT. Bank SUMUT maupun SK 148/ Dir/DRK-KKr/SK/2017 Tentang Wewenang Divisi Tresuri dan Unit Usaha Syariah dalam melaksanakan Transaksi.

MTN merupakan surat hutang piutang antara PT Bank SUMUT dan PT SNP, sehingga hubungan antara PT SNP selaku penerbit MTN dan PT Bank SUMUT selaku pemegang MTN berlaku ketentuan sebagaimana dalam Buku III KUH Perdata tentang Perikatan Pasal 1754-1769 tentang Pinjam-meminjam (verbruiklening), dan atas perikatan ini PT SNP mengalami gagal bayar sampai dinyatakan PAILIT berdasarkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No. 52/Pdt.SUS-PKPU/2018/PN.Niaga.Jkt.Pst Jo. No. 10/Pdt.SUs- Pailit/2018/PN.Niaga.Jkt. Pusat, dan atas putusan pailit tersebut, tagihan utang PT SNP telah dilakukan penagihan oleh PT Bank SUMUT melalui kurator yang telah ditunjuk.

Terdakwa menolak keras serta sangat keberatan dengan Memori Banding Penuntut Umum karena alasan- alasan Memori Banding Jaksa Penuntut Umum didasarkan pada fakta-fakta persidangan dan dasar hukum yang tidak benar.

Berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, tidak pernah ada suatu kesepakatan (meeting of mind) atau samen spaning (permufakatan jahat) sebagaimana yang dimaksud oleh Penuntut Umum dalam memori bandingnya.***dtc/mpc/bs

Berikan Komentar:
Exit mobile version