Medan(MedanPunya) Sidang perkara dugaan korupsi pekerjaan pembangunan Gedung Kuliah terpadu UIN Sumut Tahun 2018 senilai Rp 44,9 miliar diwarnai perdebatan antara saksi yang merupakan mantan Wakil Rektor II Ramadhan dengan terdakwa Saidurahman, mantan Rektor UIN Sumut.
Perdebatan mencuat setelah kesaksian Kabag Perencanaan dan Keuangan UIN Sumut, Sardinal mengatakan bahwa ia diperintahkan oleh Rektor UIN Sumut Saidurrahman untuk membuat proposal pembangunan gedung kuliah terpadu.
Saat itu, majelis yang diketuai Safril Batubara mengkonfrontir pernyataannya kepada Saidurrahman. Terdakwa Saidurrahman mengatakan tidak pernah langsung ke Kabag akan tetapi melalui WR II yang dijabat oleh Ramadhan.
“Untuk pembangunan gedung kuliah pada waktu itu, yang lebih mengetahui adalah WR II yakni Ramadhan, dia banyak tahu tentang proyek tersebut,” ucap Saidurrahman.
Mendengar hal tersebut sontak saja Ramadhan langsung membantah dan mengaku tidak pernah dilibatkan. Namun dari satu sisi ia mengaku pernah mengingatkan PPK Syahruddin Siregar agar menyelesaikan pembangunan gedung.
“Jadi hanya sebatas mengingatkan saja, namun sebagai WR II tidak pernah dilibatkan termasuk yang berangkat ke Jakarta,” ucapnya.
Sementara itu, Sardinal tetap bersikukuh bahwa dirinya hanya membuat proposal, sedangkan pelaksanaan dilakukan oleh PPK yakni terdakwa Sahruddin Siregar dan rekanan PT Multi Karya Bisnis Perkasa yang dipimpin oleh terdakwa Joni. Sehingga terjadi perdebatan antara terdakwa dan para saksi.
Sementara itu, Pejabat SPM, Tohar Bayu Angin mengatakan, bahwa dirinya hanya diperintahkan membayar sesuai dengan perintah PPK.
“Namun soal dana Retensi Rp 4 Milyar, saat itu hanya disodorkan. Dan ia pun bersedia meneken saja,” ujarnya.
Namun keterangan Tohar, tidak dibantah oleh Sahruddin namun sempat disanggah oleh terdakwa Joni bahwa pihaknya tidak pernah menerima 100 pembayaran akan tetapi Tohar tetap bersikeras bahwa itu sudah dibayarkan penuh.
Ketika Ketua Majelis Hakim, Safril Batubara menyatakan apakah gedung kuliah terpadu sudah digunakan, Tohar menjawab tidak.
Masih dalam persidangan tiga saksi dari Dedi Junaidi, Irwansyah dan M Dahrin ketiga selaku pejabat penerima hasil pekerjaan (P2HP) pada proyek tersebut yang sebelumnya menyatakan ada unsur paksaan dalam penandatangan laporan pekerjaan justru menarik kesaksian disebelumnya.
Mereka mengaku apa yang disampaikan sesuai dengan apa yang mereka sampaikan di hadapan penyidik.
“Kan pada waktu kami bilang bahwa saat adanya dokumen laporan pekerjaan sudah ditandatangani oleh KPA dan PPK, jadi kami terpaksa mengikuti. Jadi bukan dipaksa,” ucapnya sembari kesaksian dibenarkan penyidik Krimsus Poldasu yang yang dihadirkan.
Usai mendengar kesaksian maka persidangan ditunda pekan depan masih agenda saksi dari perpajakan.***trb/mpc/bs