Eksekusi Cafe di Jalan Sisingamangaraja Ricuh, Pemilik dan Juru Sita Terlibat Adu Mulut

Medan(MedanPunya) Proses eksekusi sebidang tanah di Jalan Sisingamangaraja No 132, Kelurahan Teladan Barat, Kecamatan Medan Kota, berlangsung ricuh, Selasa (7/12).

Tampak juru sita dari Pengadilan Negeri Medan didampingi pihak kepolisian berupaya melakukan eksekusi atas sebidang tanah yang kini diusahai menjadi cafe tempat anak muda nongkrong.

Terlihat pemilik cafe, Jhon Robert Simanjuntak bersama kuasa hukum dan rekan-rekannya adu mulut dengan juru sita tersebut.

Sampai akhirnya, para juru sita bersama pihak kepolisian mundur dan tidak jadi melakukan eksekusi.

Jhon mempertegas bahwa ia adalah pemilik sah sebidang tanah yang ingin dieksekusi berdasarkan surat pemberitahuan eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri Medan pada beberapa waktu lalu.

Ditegaskannya persoalan tanah tersebut masih proses banding di pengadilan tinggi sehingga tak seharusnya ada perintah eksekusi.

Dia pun menjabarkan hal tersebut saat melakukan konferensi pers pada Senin (6/12).

“Sikap kami jelas menolak surat eksekusi ini. Sebab, akhir tahun 2019 surat eksekusi tersebut sudah pernah datang atas putusan inkrah MA,” kata John di kediamannya, Senin (6/12).

“Masalahnya saya tidak pernah kami tahu proses peradilannya terhadap objek yang kami miliki sejak 2006 dengan SHM di depan notaris dan pihak lainnya,” tambahnya.

Tak terima atas surat eksekusi tersebut, ia melakukan perlawanan sampai tahun 2020 dan sampai kini gugatan itu masih berlangsung di tingkat banding di pengadilan tinggi.

“Lalu tiba-tiba datang lagi surat eksekusi kedua pada Jumat lalu. Padahal masih dalam proses peradilan. Maka dari itu saya keberatan,” katanya.

“Atas dasar itu saya membuat surat perlindungan kepada pimpinan MA RI dan surat keberatan kepada ketua PN Medan,” tambahnya.

Ada pun Jhon menceritakan kronologis kepemilikan tanahnya.

Adapun sebidang tanah yang diperkarakan itu panjangnya kurang lebih 100 meter (belum ikut potong jalan) dengan lebar 9 meter.

John Robert membelinya dari Irfan Anwar pada 2006.

Sebelumnya Irfan membeli tanah itu dari Margaret Br Sitorus pada 2005.

Setelah membelinya, Irfan kemudian menjual tanah itu kepada tiga pihak. Yakni kepada John Robert, Muntaser, dan sebidang lagi kepada bank.

Setelah membeli sebidang dari Irfan, John Robert kemudian juga membeli milik Muntaser.

Sementara satu bidang lagi yang dijual ke bank, dibeli Syamsul Sianturi.

Lalu Syamsul Sianturi menjualnya ke Jhon Burman.

Ketiga bidang tanah itu memiliki sertifikat (SHM) masing-masing. Dua sertifikat milik John Robert, satu sertifikat milik Jhon Burman.

Margaret br Sitorus sendiri adalah istri dari Kasianus Manurung.

Pasangan yang menikah pada 1938 ini tidak memiliki anak. Kasianus menikah lagi dengan Orna Doloksaribu. Pernikahan kedua Kasianus itu, lama baru diketahui Margaret.

Kasianus meninggal tahun 2005 dan Margaret meninggal tahun 2007.

Sebelum Margaret meninggal, pihak Orna sudah mulai menggugat tanah itu yang proses hukumnya kini masih sedang berlangsung.

“Tahun 2021 mereka (pihak Orna) melayangkan gugatan ke PTUN meminta sertifikat itu dibatalkan. Namun gugatan itu ditolak. Kabarnya mereka sedang banding. Ini juga satu kejanggalan bagaimana bisa objek yang masih dalam proses hukum mau dieksekusi,” tutupnya.***trb/mpc/bs

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version