Medan(MedanPunya) Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi mengatakan masih akan melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait rencana sekolah tatap muka pada awal 2021. Dia meminta kabupaten/kota di Sumut tidak membuat aturan sendiri-sendiri soal sekolah tatap muka.
“Tidak bisa masing-masing daerah. Batubara sendiri, nggak bisa. Nanti Batubara terpapar COVID jalan jalan ke Medan, Medan kena lagi. Begitu juga dari Medan ke Batubara. Ini harus semua, harus satu suara,” kata Edy, Senin (21/12).
Dia mengatakan bakal berkoordinasi dengan dokter anak hingga psikolog sebelum mengambil keputusan. Edy berharap kabupaten/kota tak tergesa-gesa soal sekolah tatap muka.
“Nanti kita kumpul dulu, kita diskusikan ini. Jangan sampai nanti kita nafsu, tidak tertangani dengan baik, anak-anak kita terdampak COVID-19,” ujarnya.
Edy mengatakan aturan tentang sekolah tatap muka di zona hijau memang sudah ada. Namun, dia meminta pelaksanaan sekolah di zona hijau penyebaran Corona harus dikaji dengan cermat.
“Ada ketentuan, yang hijau boleh membuka sekolah. Apakah yang satu tempat hijau itu terus tidak keluar ke tempat lain. Ini yang harus kita pertimbangkan. Ini yang harus kita diskusikan dulu,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan terkait sekolah tatap muka di tengah pandemi Corona. Nadiem kini memperbolehkan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai Januari 2021.
“Pemerintah pada hari ini melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, kanwil, atau kantor Kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah di bawah kewenangannya,” kata Nadiem Makarim dalam siaran YouTube Kemendikbud RI, Jumat (20/11).
Nadiem menyebut pihaknya sudah mengevaluasi hasil SKB empat menteri sebelumnya. Nadiem melihat situasi hari ini bahwa hanya 13% sekolah yang melakukan pembelajaran tatap muka dan sebesar 87% masih belajar dari rumah.
Nadiem menegaskan pembelajaran jarak jauh (PJJ) punya dampak negatif terhadap siswa maupun orang tua. Dampak itu termasuk psikososial.
“Mulai Januari 2021, ada tiga pihak yang menentukan apakah sekolah itu boleh dibuka atau tidak. Yang pertama adalah pemdanya sendiri, pemda atau dalam situasi yang lain kanwil atau kantor Kemenag,” ucap Nadiem.***dtc/mpc/bs