Medan(MedanPunya) Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara desak Polda Sumut untuk segera memastikan penegakan hukum kasus kerangkeng manusia milik Bupati Langkat Non-aktif Terbit Rencana Peranginangin.
Hal itu diungkapkan oleh Staf Informasi dan Dokumentasi KontraS, Adinda Zahra Noviyanti. Ia menjelaskan sampai saat ini belum ada penetapan tersangka terkait kasus tersebut.
“Sudah lebih satu setengah bulan sejak kerangkeng ditemukan, namun masih belum ada juga penetapan tersangka bagi para pelaku yang diduga terlibat,” katanya.
Dia menjelaskan berdasarkan update monitoring pihaknya sejak Minggu pertama bulan Maret 2022, pihak kepolisian baru menaikan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan.
Itupun secara spesifik terkait konteks temuan penghuni yang meninggal selama berada dalam kerangkeng.
Ia menegaskan lambatnya penetapan tersangka dalam kasus kerangkeng manusia milik Terbit patut dipertanyakan.
Menurut Dinda, penetapan tersangka menjadi satu poin penting untuk menakar komitmen kepolisian dalam melakukan penegakan hukum kasus ini.
Apalagi pihak kepolisian sudah memeriksa sebanyak 70 saksi, menyita sejumlah barang bukti serta melakukan ekshumasi dan autopsi. Bahkan hasil autopsi juga sudah didapatkan.
Selain mendorong sesegera mungkin penetapan tersangka, Dinda juga menyampaikan beberapa catatan KontraS Sumut dalam menyikapi berjalannya proses hukum kasus kerangkeng manusia milik bupati langkat non aktif tersebut.
Salah satunya adalah pemenuhan hak bagi para penghuni kerangkeng (korban) dan perlindungan bagi saksi.
“Ada sekitar 57 orang yang terdata terakhir di dalam kerangkeng sebelum ditemukan. Harus dipenuhi haknya, baik itu dalam bentuk pemulihan fisik maupun psikis,” ujarnya.
“Selama ini, semua cenderung fokus pada penegakan hukum, negara sampai lupa bahwa ada hak-hak korban yang harus dipenuhi,” tambahnya.
Para korban, lanjutnya, perlu dipulihkan psikisnya karena mengalami berbagai tindakan tidak manusiawi.
Mengingat banyak korban yang merupakan orang-orang dengan permasalahan sosial yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab negara, terutama yang berusia anak.
Berikutnya, ada korban meninggal yang juga harus dipenuhi hak bagi keluarga korban apakah itu dalam bentuk restitusi ataupun kompensasi.
Ia menambahkan LPSK juga harus proaktif dalam memberikan akses keadilan bagi saksi dan korban yang telah melapor kepada kepolisian.
Dengan demikian, kendala pengungkapan kasus yang diakibatkan adanya ketakutan dari korban maupun saksi yang mengetahui keberadaan dan tindakan di luar batas kemanusiaan di kerangkeng itu bisa diminimalisir.
Hal lain yang menjadi sorotan KontraS adalah terkait temuan keterlibatan oknum Polisi dan TNI dalam kasus kerangkeng manusia.
Dinda menegaskan kepolisian melalui Bidang Propam, maupun TNI melalui POM, wajib bertindak cepat dalam melakukan pemeriksaan terhadap personelnya yang terlibat.
“Poin pentingnya, proses hukum bagi aparat Polisi dan TNI yang diduga terlibat harus dilakukan secara professional dan transparan. Sehingga publik bisa mengetahui siapa, bagaimana dan sejauh apa bentuk keterlibatan mereka. Ini diperlukan agar tidak malah jadi asumsi liar yang justru makin merusak citra Polisi dan TNI dihadapan publik,” sebutnya.***trb/mpc/bs