Medan(MedanPunya) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan membeberkan ‘dosa’ jajaran Polrestabes Medan selama dipimpin oleh Kapolrestabes Medan, Kombes Riko Sunarko.
Setidaknya, ada 10 kasus yang sempat jadi sorotan.
Namun, melihat banyaknya kasus yang timbul selama kepimpinan Kombes Riko Sunarko, Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak dinilai terlalu ‘lembek’ dalam mengawasi dan membina Kombes Riko Sunarko.
“Dapat dikatakan, Kapolda Sumut masih terlalu lembek karena kejadian personel Polrestabes Medan yang bermasalah itu berulang dan bukan hanya dalam setahun,” kata Ketua Divisi Sipil Politik LBH Medan, Maswan Tambak, Rabu (1/12).
Maswan mengatakan, secara kelembagaan Polda Sumut punya kewenangan untuk turut melakukan evaluasi kepada Kapolrestabes Medan, Kombes Riko Sunarko.
Namun, fungsi pengawasan itu dinilai agaknya tak berlaku terhadap Kombes Riko Sunarko.
“Sejuah ini Kapolda beberapa kali berganti di masa Kombes Riko Sunarko sebagai Kapolrestabes Medan. Namun yang bersangkutan tidak pernah ditindak atau dievaluasi,” kata Maswan.
Karena LBH Medan menilai Kapolda Sumut, Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak terlalu lembek terhadap Kombes Riko Sunarko, mereka pun kemudian mengirim surat ke Mabes Polri, agar mengevaluasi Kapolrestabes Medan.
“Sehingga program Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan) yang diluncurkan Polri benar-benar dapat terlaksana dengan baik dan manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas,” ujarnya.
Adapun puluhan kasus atau ‘dosa’ jajaran Polrestabes Medan selama ini:
1. Pada 1 September 2020 seorang saksi kasus pembunuhan atas nama Sarpan diduga mengalami penyiksaan oleh oknum Polsek Percut Seituan saat menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Akibatnya korban mengalami luka memar di bagian wajah dan di beberapa anggota tubuh lainnya.
Terhadap kejadian yang menimpanya korban telah membuat laporan polisi, akan tetapi dalam prosesnya korban telah melakukan pencabutan laporan setelah sepakat melakukan perdamaian.
2. Bahwa berdasarkan Sistem Informasi dan Pendokumentasian Kasus (Simpensus) LBH Medan pada 08 Oktober 2020 telah terjadi kasus dugaan penyiksaan terhadap dua orang tahanan oleh oknum Polsek Medan Sunggal yang menyebabkan meninggalnya dua orang tahanan atas nama almarhum Joko Dedi Kurniawan dan almarhum Rudi Efendi.
Atas adanya dugaan pelanggaran tersebut keluarga korban melalui kuasa hukumnya LBH medan membuat laporan di Dit Reskrimum Polda Sumut dan Propam Polda Sumut, akan tetapi terhadap laporan tersebut pada 4 Agustus 2020 Ditreskrimum Polda Sumut mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan Nomor SPP Lidik/994.a/VIII/2021/Ditreskrimum, di dalam SP3 tersebut polisi menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana.
3. Pada 6 Maret 2021 diketahui telah terjadi pelanggaran kode etik kepolisian yang dilakukan oleh oknum Polsek Medan Helvetia yang melakukan pemerasan terhadap seorang warga.
Korban pun mengalami kerugian sebesar Rp 500 juta rupiah yang terdiri dari uang sebesar Rp 200 juta rupiah, satu unit mobil, dan handphone.
Terhadap uang hasil pemerasan Rp 200 juta rupiah akhirnya dikembalikan namun tidak secara penuh yaitu hanya sebanyak Rp 199 juta rupiah dengan rincian Rp 100 juta rupiah secara cash (tunai) dan Rp 99 juta dikembalikan dengan cara di transfer.
Terhadap kejadian itu oknum Polsek Helvetia telah dilaporkan di Propam Polda Sumut.
Ujungnya atas pelanggaran tersebut Wakapolsek Medan Helvetia, AKP Dedi Kurniawan dicopot dari jabatannya sebagai Wakapolsek menjadi perwira menengah di Polrestabes Medan.
4. Berdasarkan Sistem Informasi dan Pendokumentasian Kasus (Simpensus) LBH Medan pada 16 April 2021 telah terjadi penangkapan terhadap Nurliza atas dugaan penyediaan tempat prostitusi.
Nurliza diduga dilakukan pemerasan oleh oknum Polrestabes Medan atas nama Bripka Okma Brata sebesar Rp 5 juta.
Atas kejadian tersebut Nurliza melalui kuasa hukumnya telah mengirimkan surat pengaduan kepada Kompolnas dan Propam Polda Sumut.
Tapi berdasarkan surat balasan dari Porpam Polda Sumut menyebutkan bahwa tidak ditemukan pelanggaran kode etik kepolisian dalam kasus ini.
5. Pada 12 September 2021 seorang tahanan tewas diduga dianiaya oknum polisi.
Korban bernama Arves dikabarkan tewas dengan wajah dan tubuh yang lebam tepatnya Minggu, 23 Agustus 2021.
Terhadap kejadian tersebut Tim Propam Polda Sumut telah melakukan pemeriksaan terhadap tiga Anggota Polsek Medan Kota atas meninggalnya Arves, sampai saat ini terhadap tiga orang oknum Polsek Medan Kota tersebut yang terdiri dari penyidik pembantu yang menangani perkara ini dan anggota yang terlibat langsung masih dalam pemeriksaan di Propam Polda Sumut.
6. Pada 15 Oktober 2021 Penyidik Polsek Percut Sei Tuan menetapkan status tersangka terhadap LG yang merupakan korban penganiayaan yang dilakukan oleh preman berinisial BS.
Terhadap kejadian tersebut Kapolda Sumut memerintahkan Kapolrestabes Medan dan Ditreskrimum Polda Sumut untuk menarik kasus tersebut.
Kasus dengan nama terlapor BS ditangani oleh Sat Reskrim Polrestabes Medan, sedangkan kasus dengan terlapor LG ditangani oleh Ditreskrimum Polda Sumut.
Terhadap peristiwa tersebut Mabes Polri turun tangan dan menyebutkan bahwa penyidikan yang dilakukan oleh Polsek Percut Seituan dinyatakan tidak professional, sehingga pada 12 Oktober 2021 dilakukan pencopotan terhadap Kanit Reskrim Polsek Percut Sei Tuan yang kemudian disusul dengan pencopotan terhadap Kapolsek Percut Seituan.
7. Pada 26 Oktober 2021 telah terjadi pemerkosaan, pemerasan serta pencurian yang dilakukan oleh oknum Polsek Kutalimbaru terhadap seorang istri tahanan kasus narkotika.
Atas kejadian tersebut telah dilakukan pemeriksaan terhadap Kapolsek, Kanit dan penyidik pembantu yang bersangkutan di Propam Polda Sumut.
Terhadap ketiganya telah dilakukan pencopotan, di samping itu terhadap 6 orang oknum Polsek Kutalimbaru lainnya telah dilakukan pemeriksaan di Propam Polrestabes Medan atas dugaan pemerasan sebesar Rp 150 juta rupiah terhadap istri pelaku sudah diberikan vonis hukuman disiplin berupa mutasi dan penundaan kenaikan pangkat.
8. Pada 13 November 2021 seorang oknum Polsek Delitua melakukan pungutan liar (pungli) terhadap seorang pengendara di jalan Dr Mansyur Kota Medan.
Dari tangan oknum Polsek Delitua tersebut diamankan barang bukti uang sebesar Rp 100 ribu.
Atas kejadian tersebut oknum Polsek Delitua tersebut telah diamankan dan di periksa di Propam Polrestabes Medan, serta telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 368 jo Pasal 53 KUHP dengan ancaman pidana 9 tahun penjara.
9. Pada 25 November 2021 seorang tahanan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polrestabes Medan a.n. Hendra Syahputra meninggal dunia akibat mengalami penganiayaan di dalam sel.
Diketahui Hendra Syahputra merupakan tahanan Polrestabes Medan sejak 12 November 2021 dalam perkara dugaan pelecehan seksual kepada seorang remaja perempuan.
Akibat dari penganiayaan yang dilakukan terhadap wajah korban terdapat sejumlah luka lebam.
Terhadap kejadian tersebut Kasat Reskrim Polrestabes Medan menerangkan bahwa sudah memeriksa enam orang terduga pelaku yang merupakan tahanan satu sel dengan korban.
Selama ditahan di Polrestabes Medan korban diduga sering mengalami pemerasan dari pelaku yang berujung pada penganiayaan yang menyebabkan meninggalnya korban.
10. Pada 28 November 2021 seorang Mahasiswa USU, Hendra Frizky Novando diduga mengalami pemukulan oleh beberapa oknum Polsek Medan Sunggal.
Korban mengalami pemukulan dengan maksud agar mengakui telah melakukan pencurian sebuah spion mobil milik istri seorang polisi yang terjadi pada tanggal 19 Juli 2021 di Dunkin Donat.
Atas peristiwa tersebut diketahui Hendra merupakan korban salah tangkap yang dilakukan oleh Polsek Medan Sunggal.
Menurut penuturan korban ketika proses penangkapan ia mengalami penganiayaan seperti dicekik dan dipukul di bagian kepala oleh beberapa oknum Polsek Medan Sunggal atas tuduhan telah melakukan pencurian spion mobil dan dipaksa mengakui perbuatan tersebut.
11. Bahwa terhadap pelanggaran kepolisian di wilayah hukum Polrestabes juga terdapat perbedaan pemberian sanksi.
Misalnya ketika pelanggaran tersebut dilakukan oleh oknum kepolisian yang memiliki stratifikasi atau pangkat yang lebih tinggi hanya diberikan sanksi berupa pencopotan dari jabatan.
Contohnya pelanggaran kepolisian berupa pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polsek Medan Helvetia sudah sangat jelas merugikan korban sebesar Rp 500 juta.
Sementara terhadap pelanggaran kepolisian yang dilakukan oleh oknum Polsek Delitua terhadap pemerasan sebesar Rp 100 ribu rupiah menjadi berbeda setelah pelaku langsung ditetapkan sebagai tersangka dan diancamkan hukuman 9 tahun penjara.
12. Bahwa terhadap pelanggaran kepolisian pada poin 4 dengan poin 7 juga tidak mencerminkan rasa keadilan.
Sebab pada poin 4 sudah secara jelas terhadap Nurliza dilakukan pemerasan oleh oknum Polrestabes Medan sebesar Rp 5 juta rupiah dihadapan kuasa hukumnya.
Tapi Propam Polda Sumut menyatakan tidak ditemukan pelanggaran etik kepolisian dengan alasan yang tidak logis.
Sementara di poin 8 atas kejadian pemerasan yang dilakukan oleh oknum Polsek Delitua sebesar Rp 100 ribu kepada pengendara, langsung ditetapkan sebagai tersangka dan dituduhkan melakukan tindak pidana pungutan liar.
13. Bahwa pelanggaran kepolisian antara poin 7 dengan poin 8 juga mendapatkan pemberian sanksi yang tidak mencerminkan rasa keadilan.
Sebab sudah jelas dan terbukti para oknum Polsek Kutalimbaru melakukan pemerasan sebesar Rp 150 juta rupiah dan pemerkosaan terhadap istri tersangka tahanan tindak pidana narkotika.
Atas kejadian itu para pelaku hanya diberikan sanksi disiplin berupa mutasi dan penundaan kenaikan pangkat.
Sedangkan terhadap Kapolsek dan Kanit Polsek Kutalimbaru sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam perkara tersebut hanya diberikan sanksi pencopotan.
Tentunya terhadap vonis pelanggaran yang diberikan tidak sebanding dengan apa yang diterima oleh oknum Polsek Delitua sebagaimana disebutkan pada poin 8.
Bahwa terhadap banyaknya pelanggaran-pelanggaran oleh oknum kepolisian yang masih terus terjadi di wilayah hukum Polrestabes Medan, pihaknya menduga Kapolrestabes Medan tidak serius melakukan tugasnya dalam memimpin, membina, mengawasi dan mengendalikan satuan organisasi.
“Oleh karena itu kami meminta untuk dilakukan evaluasi kinerja terhadap Kapolrestabes Medan sebagai orang yang paling bertanggungjawab di wilayah hukum Polrestabes Medan,” tutupnya.***trb/mpc/bs