Jakarta(MedanPunya) Ratusan buruh menggelar aksi demonstrasi di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) pada siang hari ini, Senin (21/3/2023). Ada dua isu yang disuarakan buruh pada aksi kali ini, yakni tolak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 dan tolak Pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pada hari ini ada sekitar 500-1.000 buruh yang ikut serta dalam aksi kali ini. Adapun massa aksi tersebut datang dari kawasan Jabodetabek.
“Ada dua tuntutan. Pertama, mencabut Permenaker 5/2023 tentang izin pemotongan upah sebesar 25% bagi perusahaan padat karya yang berorientasi ekspor. Kedua, diberlakukannya dalam waktu dekat omnibus law, UU Cipta Kerja yang direncanakan disahkan DPR pada 23 Maret 2023,” katanya, di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3).
Said Iqbal mengatakan, tidak pernah dalam sejarah RI adanya pemotongan upah buruh. Menurutnya, hal ini sangat bertentangan dengan sejumlah aturan perundang-undangan antara lain Perppu No. 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
“Sudah dijelaskan pengusaha tidak boleh membayar upah di bawah upah minimum. Permenaker 5 membolehkan membayar upah buruh di bawah upah minimum yaitu dipotong 25%. Jadi Menteri Ketenagakerjaan sudah melawan Presiden,” ujarnya.
Bahkan, menurutnya ini bukan pertama kalinya Menteri Ketenagakerjaan menyimpang dari aturan Presiden. Said pun mengungkit kejadian menyangkut Permenaker Jaminan Hari Tua (JHT) beberapa waktu silam yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 tahun 2015 tentang penyelenggaraan program jaminan pensiun. Hal ini menjadi alasan pertamanya menolak Permenaker ini.
Alasan berikutnya, Said Iqbal mengatakan implementasi Permenaker ini akan berimbas pada penurunan daya beli. Apabila upah murah, maka kemammpuan berbelanja masyarakat akan menurun. Kondisi ini dapat mengancam target pertumbuhan ekonomi RI sehingga berpotensi tidak tercapai.
“Partai Burun setuju industri padat karya disebut mengalami kesulitan Tetapi kalau kebijakannya memotong upah, jadi dobel. Pengusaha sulit, buruh juga sulit. Kalau daya beli turun, buruh tidak bisa membeli barang yang produksi pengusaha, justru akan menghantam lebih banyak,” ujar Said Iqbal.
Kemudian alasan ketiga, terjadi diskriminasi upah, di mana adanya perlakuan berbeda antara pekerja di perusahaan orientasi ekspor dan perusahaan domestik. Perusahaan orientasi ekspor boleh memotong upah dan jam kerja sementara perusahaan yang bergerak di sektor domestik tidak diperbolehkan.
“Ini jelas akan merugikan perusahaan orientasi dalam negeri. Karena harus tetap membayar upah buruh secara penuh, dan saat yang sama buruh di perusahaan orientasi ekspor upahnya hanya 75%. Akibatnya produk perusahaan orientasi pasar dalam negeri tidak laku, karena ada penurunan daya beli,” katanya.
Lalu alasan keempat, Perusahaan Padat Karya sudah mendapatkan beragam kompensasi mulai dari tax holiday, menerima keringanan bunga bank, hingga tax amnesty. Menurutnya, Industri padat karya orientasi ekspor akan tetap untung sekalipun order produksinya berkurang. Hal ini dikarenakan perusahaan orientasi ekspor tukang jahit setiap pesanan produknya sudah dihitung keuntungannya.
“Sebenarnya Menteri ini HRD-nya perusahaan atau Menterinya pemerintah. Itu seperti Manager Personalia perusahaan,” kata Said Iqbal.
“Menteri Ketenagakerjaan seperti rentenir. Maaf ya, kebijakannya yang saya kritisi. Jangan seperti rentenir. Ini memotong 25%. Kejamnya melampaui pinjol (Pinjaman Online),” serunya.***dtc/mpc/bs