Medan(MedanPunya) Pemerintahan Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (Pema USU) meminta Permendikbud 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dievaluasi. Pema USU meminta tambahan larangan dalam Permendikbud itu.
“Perlu dievaluasi. Saya menegaskan perlu ditambahkan pasal larangan seks di luar nikah dan larangan seks sesama jenis di Permendikbudristek, sehingga menurut saya bisa diterima oleh berbagai pihak yang tidak menyepakati tujuan Permendikbudristek tersebut,” kata Presiden Mahasiswa USU Rizki Fadillah kepada wartawan, Senin (15/11).
Rizki mengatakan larangan itu harus ditambah karena ada pasal yang berisi frasa ‘tanpa persetujuan’. Dia khawatir frasa itu menimbulkan tafsir lain karena dinilai melegalkan seks bebas di lingkungan kampus.
“Secara tidak langsung, Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 melegalkan perbuatan seksual di lingkungan kampus. Padahal secara keseluruhan substansi Permendikbudristek tersebut memiliki aspek dan tujuan yang baik, akan tetapi adanya frasa pada pasal 5 menghilangkan makna positif dari Permendikbudristek tersebut,” ujar Rizki.
Rizki mengingatkan seks bebas di lingkungan kampus tidak sesuai dengan norma agama yang dianut masyarakat Indonesia. Dia mengatakan norma agama harus menjadi pertimbangan dalam setiap kebijakan.
“Kita harus mengetahui bahwasannya norma agama harus kita kedepankan, sesuai dengan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Peraturan harus bisa memperhatikan norma agama dan agama melarang perbuatan seks di luar nikah dan sesama jenis,” ucap Rizki.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan Permendikbud 30 Tahun 2021 berfokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Peraturan tersebut tak membahas aktivitas yang bertentangan dengan norma agama dan etika di luar tindak kekerasan seksual.
“Kami ingin menegaskan kembali bahwa Permendikbud ini hanya menyasar pada satu jenis kekerasan, yaitu kekerasan seksual dengan definisi yang sangat jelas,” ujar Nadiem dalam acara Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Jumat (12/11).
Nadiem mengakui ada banyak aktivitas di luar tindak kekerasan seksual yang bertentangan dengan norma agama dan etika yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Namun, target Permendikbud-Ristek yang disahkan pada 31 Agustus 2021 adalah perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
“Ada banyak sekali aktivitas di luar itu yang mungkin tidak sesuai dengan norma agama dan norma etika yang bisa diatur di peraturan-peraturan lain dan peraturan yang ditetapkan beberapa universitas secara mandiri,” ujar Nadiem.
Nadiem juga menegaskan Kemendikbudristek tidak pernah mendukung aktivitas yang bertentangan dengan norma agama.
“Saya rasa satu hal yang perlu diluruskan, juga mohon menyadari bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak mendukung apapun yang tidak sesuai dengan norma agama dan tindakan asusila,” tegasnya.
Nadiem mengatakan Permendikbud 30 Tahun 2021 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi sivitas akademika dari fenomena kekerasan seksual yang sudah seperti ‘gunung es’.
“Kita ini dalam fenomena gunung es, yang kalau tinggal kita garuk-garuk sedikit saja fenomena kekerasan seksual ini sudah di semua kampus sudah ada situasi ini. Dan itulah alasannya kita harus mengambil posisi sebagai pemerintah untuk melindungi mahasiswa-mahasiswa, dosen, dan pendidik kita dari kekerasan seksual,” ujarnya.***dtc/mpc/bs