London(MedanPunya) Mahkamah independen yang berbasis di London, Inggris, menetapkan Presiden China, Xi Jinping, memikul tanggung jawab utama atas apa yang disebut sebagai genosida, kejahatan kemanusiaan dan penyiksaan terhadap warga Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang.
Mahkamah yang terdiri atas para pengacara dan akademisi yang bertindak sebagai juri pengadilan itu digelar di London sepanjang tahun ini. Selama persidangan berlangsung, para juri pengadilan meninjau bukti dan testimoni terkait perlakuan China terhadap Uighur.
“Republik Rakyat China (RRC) telah melakukan genosida, kejahatan kemanusiaan dan penyiksaan terhadap Uighur, Kazakh dan warga etnis minoritas lainnya di wilayah China bagian barat laut yang dikenal sebagai Xinjiang,” demikian pernyataan mahkamah non-pemerintah yang juga disebut Mahkamah Uighur ini.
“Mahkamah yakin bahwa Presiden Xi Jinping… dan sejumlah pejabat sangat senior lainnya di RRC dan CCP (Partai Komunis China) memikul tanggung jawab utama untuk tindakan yang telah terjadi di Xinjiang,” imbuh pernyataan tersebut.
Mahkamah ini dibentuk oleh seorang pengacara Inggris dan pengacara hak asasi manusia (HAM) internasional, Geoffrey Nice, atas desakan para aktivis Uighur. Namun diketahui juga bahwa mahkamah ini tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi maupun hukuman.
Ditambahkan oleh Nice yang memimpin persidangan bahwa meskipun ‘tindak kriminal individu mungkin terjadi, pemerkosaan atau penyiksaan, mungkin tidak dilakukan dengan sepengetahuan Presiden dan pejabat lainnya’.
“Namun Mahkamah yakin bahwa tindakan itu terjadi sebagai akibat langsung dari politik, bahasa dan pidato yang dipromosikan Presiden Xi dan pejabat lainnya, dan terlebih lagi, kebijakan ini tidak mungkin terjadi di sebuah negara dengan hierarki yang kaku seperti RRC tanpa kekuasaan implisit dan eksplisit dari atas,” imbuh Nice saat membacakan putusan pada Kamis (9/12) waktu setempat.
Para pakar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan kelompok-kelompok HAM memperkirakan lebih dari 1 juta orang, sebagian besar Uighur dan minoritas Muslim lainnya, telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir dalam sistem kamp penahanan yang luas di Xinjiang.
Otoritas China awalnya menyangkal keberadaan kamp-kamp tersebut, namun kemudian berdalih menyebutnya sebagai pusat kejuruan yang dirancang untuk memerangi ekstremisme. Akhir tahun 2019, China menyatakan semua orang di kamp-kamp itu telah ‘lulus’.
China berulang kali menyangkal tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang.***dtc/mpc/bs