New York(MedanPunya) Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) mengadopsi resolusi yang menyerukan Taliban untuk segera mencabut semua pembatasan dan larangan yang diberlakukan untuk kaum wanita di Afghanistan. DK PBB secara khusus mengecam larangan wanita Afghanistan bekerja untuk badan dunia itu.
Resolusi itu diadopsi secara mutlak oleh seluruh 15 negara anggota DK PBB dalam pertemuan pada Kamis (27/4) waktu setempat. Dinyatakan dalam resolusi itu bahwa larangan yang diberlakukan Taliban itu ‘merusak prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kemanusiaan’.
Secara lebih luas, DK PBB menyerukan pemerintah Taliban yang kini berkuasa di Afghanistan untuk ‘dengan segera membalikkan kebijakan dan praktik yang membatasi wanita dan anak perempuan untuk menikmati hak asasi dan kebebasan fundamental mereka’.
Resolusi DK PBB itu menyinggung soal akses untuk pendidikan, pekerjaan, kebebasan untuk bergerak, dan ‘partisipasi penuh, setara dan bermakna bagi perempuan dalam kehidupan publik’.
DK PBB juga menyerukan ‘semua negara dan organisasi untuk menggunakan pengaruh mereka’ dalam ‘mempromosikan pencabutan kebijakan dan praktik ini’.
Ditekankan juga oleh DK PBB soal ‘situasi ekonomi dan kemanusiaan yang mengerikan’ juga ‘pentingnya kehadiran berkelanjutan’ dari misi PBB di Afghanistan dan badan-badan PBB lainnya.
“Dunia tidak akan duduk terdiam saat wanita-wanita di Afghanistan terhapus dari masyarakat,” ucap Duta Besar Uni Emirat Arab untuk PBB, Lana Zaki Nusseibeh.
Rusia turut mendukung resolusi itu, namun Duta Besar Moskow untuk PBB, Vasily Nebenzia, mengkritik naskah resolusi itu yang dinilai tidak cukup jauh pembahasannya dan menyalahkan Barat atas situasi di Afghanistan.
“Jika Anda tulus, mengapa tidak mengembalikan aset-aset yang telah Anda curi dari negara itu dan tanpa prasyarat apapun,” cetus Nebenzia, merujuk pada aset Bank Sentral Afghanistan sebesar US$ 7 miliar yang dibekukan oleh Amerika Serikat (AS) setelah Taliban mengambil alih kekuasaan tahun 2021 lalu.
Pada September lalu, AS mengumumkan pembentukan sebuah badan dana yang berbasis di Swiss untuk mengelola separuh aset itu.
Sejak berkuasa kembali di Afghanistan tahun 2021, Taliban kembali pada interpretasi Islam yang radikal yang diberlakukan selama periode pertama kekuasaan mereka tahun 1996-2001. Serentetan pembatasan diberlakukan terhadap wanita Afghanistan, termasuk melarang mereka mengakses pendidikan tinggi dan pekerjaan di sektor pemerintahan.
Pengumuman PBB pada 4 April lalu menyebut Taliban juga melarang warga Afghanistan untuk bekerja pada kantor-kantor PBB di negara tersebut, setelah pada Desember lalu melarang wanita bekerja untuk organisasi nonpemerintah (NGO) baik domestik maupun asing.***dtc/mpc/bs