Phnom Penh(MedanPunya) Setelah partai pemerintah memenangkan 55 dari 58 kursi senat dalam pemilihan legislatif 25 Februari silam, bekas Perdana Menteri Hun Sen direncanakan kembali ke politik praktis sebagai presiden Senat Kamboja, menurut hasil rekapitulasi sementara oleh Komite Pemilihan Nasional, Senin (26/2).
Dengan hasil tersebut, Partai Rakyat Kamboja, CPP, menguasai kedua kamar di parlemen, termasuk semua kecuali empat dari 1.652 kepala daerah.
Pemilu Senat diselenggarakan secara tidak langsung. Sebanyak 58 senator dipilih oleh lebih dari 11.000 anggota dewan komunal dan Parlemen Kamboja. Masing-masing bersama Raja Norodom Sihamoni, parlemen juga berhak menentukan dua senator tambahan.
Hun Sen mengundurkan diri sebagai perdana menteri pada tahun lalu setelah lebih dari empat dekade berkuasa. Dia mewariskan jabatannya kepada anak tertuanya, Hun Manet, yang juga seorang purnawirawan jenderal. Sebagian besar anggota kabinet pemerintahan saat ini merupakan anak atau saudara kandung milik orang kuat Kamboja itu.
Setelah lengser, Hun Sen tetap menjabat sebagai presiden CPP dan menduduki posisi kepala dewan penasehat negara yang setara dengan jabatan perdana menteri. Tapi meski berlimang kekuasaan, dia tetap mengincar posisi presiden Senat.
Juru bicara CPP Sok Eysan membenarkan kabar kembalinya Hun Sen sebagai presiden Senat pada April mendatang. Jabatan itu menempatkannya sebagai “kepala negara de facto,” selain juga kepala kepala negara resmi jika Raja Norodom Sihamoni berada di luar negeri, kata Sophal Ear, guru besar studi Kamboja di Arizona State University.
“Hun Sen menginginkan jabatan yang memberikan kapasitas resmi di dalam politik Kamboja,” ujarnya. “Jabatan ini melanjutkan pengaruh politiknya.”
Salah satu alasan kenapa Hun Sen ingin menguasai Senat diyakini berpusar pada Kerajaan, institusi terakhir yang belum sepenuhnya dikuasai dinasti Hun. Sebagai presiden Senat, dia akan bisa mengontrol kebijakan raja dari dekat.
Raja Sihamoni dikenal acap pergi berobat ke Cina, setiap kali pemerintah Kamboja ingin meloloskan rancangan Undang-undang kontroversial. Dengan absennya raja, presiden Senat berwenang menandatangani pengesahan UU.
Sebagai presiden Senat, Hun Sen dan Perdana Menteri Hun Manet juga duduk di Dewan Kerajaan yang berhak memilih raja Kamboja.
Apapun alasannya, kembalinya Hun Sen di pucuk Senat melengkapi dominasi dinasti Hun di hampir semua institusi pemerintahan. “Dinasti Hun dan faksi-faksinya berada di posisi kekuasaan yang belum pernah dilihat sebelumnya,” kata Astrod Norel-Nilsson, Guru Besar Studi Asia Tenggara di Lund University, Swedia.
Selain Hun Manet yang mengepalai pemerintahan dan sejumlah organisasi kepartaian terbesar di Kamboja, putra tertua Hun Sen, Hun Many, menjabat menteri layanan sipil sembari merangkap sebagai kepala organisasi pemuda terbesar. Pertengahan Februari lalu, dia dipilih sebagai wakil perdana menteri.
Putra lain Hun Sen, Hun Manith, adalah kepala dinas rahasia militer dan diangkat menjadi wakil kepala staf angkatan darat tahun lalu. Adapun anak-anaknya yang lain mengontrol berbagai sektor ekonomi dan lembaga politik.
Ekspansi politik dinasti Hun di Kamboja dibayangi ambruknya kekuatan oposisi, terutama setelah Partai Penyelamatan Nasional Kamboja, CNRP, dibubarkan paksa pada 2017 silam dengan tuduhan makar.
Pewaris CNRP, Partai Cahaya Lilin, memenangkan hampir 2.200 anggota dewan komunal pada pemilu 2022. Namun partai itu tidak diizinkan berpartisipasi pada pemilihan umum tahun lalu dan kini pemilu Senat. Oktober silam, Partai Cahaya Lilin membentuk aliansi dengan tiga partai lain, termasuk dengan kelompok etnis Khmer.***dtc/mpc/bs