Hong Kong(MedanPunya) Para analis memproyeksikan pasar saham di negara-negara Asia bakal terus melesat pada 2021 alias pasca-pandemi Covid-19. Hal ini didorong oleh kemampuan negara-negara di kawasan ini dalam menangani pandemi.
Enam analis yakin bursa saham di negara-negara Asia, kecuali Filipina, bakal tumbuh. Kinerja saham-saham ditopang oleh ekonomi di kawasan tersebut pulih dan mengalami kelebihan likuiditas, termasuk Indonesia.
Tercatat indeks MSCI Asia Emerging Market melonjak 63 persen dari level terendahnya di bulan Maret. Indeks ini bahkan mengungguli sebagian besar pasar saham dunia pada tahun 2020, termasuk Wall Street AS.
“Kemampuan Asia untuk menangani virus membantu (memberikan) kepastian yang meningkat dalam prospek pendapatan,” kata manajer portofolio di Matthews Asia, Winnie Chwang.
Tumbuhnya kinerja pasar saham Asia pada 2021 juga didorong oleh banjirnya listing saham baru. Menurut data Refinitiv, ada 855 perusahaan go public di Asia pada tahun 2020. Pencatatan saham perdana ini mampu menghasilkan 112 miliar dollar AS.
Realisasi itu naik sebesar 69 persen dari tahun 2019. Perusahaan China menyumbang sebanyak 82 persen dari perusahaan yang listing.
Banjirnya IPO tentu menghidupkan kembali minat para investor. Tak ayal para investor ritel berbondong-bondong memasuki pasar saat investor asing masih menjual portofolionya.
Listing saham baru pada 2021 diperkirakan bakal sama sibuknya. Asal tahu saja, sudah ada lebih dari 360 perusahaan antre masuk bursa. Analis memproyeksi, banjirnya listing ini tak lain untuk memenuhi permintaan investor atas saham Asia.
Dari seluruh saham, perusahaan teknologi kini menguasai 44 persen di indeks MSCI Asia, kecuali Jepang.
Analis memperkirakan, investor bakal memiliki harapan tinggi untuk China dan Korea Selatan, diikuti oleh Indonesia, India, dan Thailand.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi kelima negara akan stabil. Neraca perdagangan yang kuat juga memungkinkan perusahaan di kawasan tersebut kembali meminjam modal dan berinvestasi.
Goldman Sachs memperkirakan, pendapatan perusahaan Asia mampu tumbuh sebesar 16 persen pada tahun 2021. Dalam skenario terbaik, Citigroup dan Nomura memperkirakan kenaikannya bisa lebih dari 20 persen.
Lalu, analis Credit Suisse memperkirakan kawasan ini bakal mengalami pertumbuhan 19 persen. Perkiraan ini lebih tinggi dari proyeksinya pada pertumbuhan pasar saham seluruh dunia, yakni 15 persen.
“Nomura memproyeksi terjadi pemulihan pendapatan yang kuat pada tahun 2021,” kata Kepala Peneliti Saham Asia Pasifik Nomura, Jim McCafferty.
Menurut McCafferty, komposisi indeks Asia saat ini sangat berbeda. Ada sejumlah perusahaan yang arahnya ke pertumbuhan berkelanjutan, sebut saja saham-saham teknologi, e-commerce, dan game.
Kendati demikian, masih ada risiko utama dari lonjakan kasus Covid-19. Belum lagi jika distribusi vaksin terhambat atau hasilnya mengecawakan.
Tak hanya itu, batalnya pengambilan kebijakan untuk tetap menyalurkan stimulus kepada masyarakat juga dapat merusak kepercayaan investor.
Data dari Goldman Sachs baru-baru ini menunjukkan, peningkatan kasus Covid-19 di Jepang hingga Hong Kong telah membuat investor global kocar-kacir. Mereka menjual bersih saham-saham asia untuk pertama kalinya setelah hampir 11 minggu berani masuk lagi ke pasar saham.
“Pertanyaannya bukan lagi pada risiko-on atau risiko-off tetapi pada Covid-on atau Covid-off,'” kata kepala solusi multiaset T Rowe Price, Thomas Poullaouec.
Hal itu karena jalur menuju vaksinasi dipandang masih akan berliku. Poullaouec menyarankan, investor mengambil kesempatan untuk memanfaatkan saham-saham kecil yang lebih murah dan pasar saham di negara berkembang.
Sebab, momentum pertumbuhan ekonomi di kawasan telah mulai terlihat. Kemungkinan akan berkembang lebih lanjut karena ada permintaan konsumsi domestik yang terpendam sejak Covid-19 menghantam di tahun 2020.
“Saham-saham Asia akan mendapat keuntungan dari kenaikan tajam, ditambah dengan stance kebijakan moneter yang longgar,” ucapnya.***kps/mpc/bs