Mafia Tanah Berlindung atas Nama Koperasi Ubah Lahan Margasatwa di Langkat Jadi Kebun Sawit

Medan(MedanPunya) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) sempat menyelidiki kasus mafia tanah di Kabupaten Deliserdang, Sergai dan Langkat.

Dari tiga kabupaten itu, baru di Kabupaten Langkat yang kasusnya diusut.

Menurut penelurusan penyidik Kejati Sumut, kasus mafia tanah di Kabupaten Langkat ini ternyata berkedok koperasi.

Oknum mafia tanah berlindung atas nama koperasi, merambah 210 hektare Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.

Di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading itu, mafia tanah mengubah fungsi lahan menjadi kebun sawit.

Ada 28.000 pohon sawit yang ditanam di kawasan hutan lindung tersebut.

“Setelah dua minggu tim melakukan penyelidikan dan kasusnya naik ke penyidikan, ditemukan bahwa oknum (mafia tanah) merambah lahan dengan mengubahnya menjadi perkebunan sawit,” kata Kasi Penkum Kejati Sumut, Yor Arnold Tarigan, Selasa (7/12).

Atas temuan itu, tim penyidik Kejati Sumut sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan masyarakat sekitar.

“Kami juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap camat dan lainnya,” jelasnya.

Kini, kata Yos, tim masih melakukan pendalaman terkait alih fungsi lahan tersebut.

“Kami akan lihat, apakah benar itu koperasi untuk melestarikan alam atau hanya sebagai alat oleh mafia tanah,” ungkapnya.

Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Herianto mengatakan bahwa Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading bukan dalam pengawasannya.

Sebab, lokasi tersebut dikelola langsung oleh Pemerintah Pusat.

“Kawasan hutan di Sumut ada 3 juta hektare lebih. 450 ribu hektare lebih merupakan kawasan konservasi dan salah satunya adalah Karang Garing. Dan itu bukan kewenangan kita, itu langsung kementerian,” kata Herianto, Selasa (7/12).

Ia mengatakan, hampir seluruh hutan lindung yang ada du Sumut, sebagian besar di kelola langsung oleh pemerintah pusat.

“Pusat langsung yang berperan di sana, tidak ada gaweannya dari Pemprov Sumut,” ujarnya.

Diakui Herianto, bahwa lokasi hutan di Karang Gading bermasalah.

Sebab, kata dia, kawasan hutan yang seharusnya ditanami pohon mangrove, dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit.

“Memang di sana ditemukan masalah itu tadi, makanya kejaksaan turun tangan,” ungkapnya.

Tepat di sebelah kawasan hutan Suaka Margasatwa, ada lahan milik pemerintah Sumut.

Di sana, kata dia, juga ditemukan masalah yang serupa, yakni adanya perkebunan sawit di hutan mangrove.

“Ada sebagian yang bermasalah, dan kita sudah lakukan pendataan. Ada imbas dari suaka margasatwa di sana, oknum ada yang mencoba merambah di sana,” jelasnya.

Secara detailnya, dirinya tidak mengetahui siapa oknum yang merambah lahan kawasan hutan lindung di Karang Gading.

“Kalau saya tidak tau itu, bisa langsung tanyakan ke BKSDA,” ucapnya.

Untuk di Sumut, kata dia, ada 2,6 juta hektare kawasan hutan yang harus diawasi secara langsung oleh Dinas Kehutanan.

Dari seluruh lokasi, lanjut Herianto, ada hutan yang sampai sekarang masih ditemukan masalah.

Di mana, adanya oknum atau mafia tanah yang mencoba merambah hutan lindung.

“Hutan milik Pemprov Sumut banyak juga yang bermasalah, Polisi Hutan kami kurang, karena kami jaga 2,6 juta hektare kawasan,” ucapnya.

Diakuinya, karena kekurangan Polisi Hutan, pemerintah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap kawasan lindung.

Dalam hal ini, Kejati Sumut melakukan penyidikan terkait alih fungsi kawasan hutan Suaka Margasatwa, di Karang Gading, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.

Penyelidikan alih fungsi lahan ini sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-16/L.2/Fd.1/11/2021 tertanggal 30 November 2021 lalu yang ditandatangani Kejati Sumut.***trb/mpc/bs

 

 

 

 

 

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version