Polda Sumut Dalami Kasus Pekerja SPBU Diduga Dianiaya Polisi

Medan(MedanPunya) Keluarga EFS (24), seorang pekerja SPBU yang diduga dianiaya anak pemilik SPBU dan sejumlah personel kepolisian saat diperiksa di Polresta Deli Serdang, membuat laporan ke Polda Sumut. Polda saat ini tengah mendalami laporan tersebut.

“Yang jelas pasti ditindaklanjuti, didalami,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi, Selasa (14/5).

Hadi enggan memerinci lebih jauh soal kasus itu. Dia meminta untuk bersabar dan menunggu hasil penyelidikan.

“Nanti kita lihat saja hasil proses penyelidikan laporan yang sudah disampaikan,” ujarnya.

Sebelumnya, EFS seorang pekerja SPBU di Jalan Sultan Serdang, Kecamatan Tanjung Morawa, diduga dianiaya oleh sejumlah personel kepolisian dan anak pemilik SPBU, inisial S. EFS dianggap mencuri uang senilai ratusan juta dari brankas SPBU.

“Pertama kali saya jumpai anakku di Polresta Deli Serdang, kondisinya parah. Dia cerita, tangannya diborgol, mulutnya dilakban lalu dipukuli orang itu (diduga polisi dan S). Tak tahu dia apa salahnya tapi diperlakukan seperti binatang,” kata Juminah Sinambela (45), ibu EFS, sembari meneteskan air mata saat diwawancarai di kantor KontraS Sumut, Kota Medan, Senin (13/5).

Bayu selaku kuasa hukum EFS pun menjelaskan kronologi yang dialami kliennya. Pagi itu, Senin (25/3), EFS berangkat kerja sebagai admin di SPBU. Tiba-tiba kawan kerjanya bernama Wahyu memberitahu uang dalam brankas di SPBU itu hilang.

Mendapati hal itu, EFS bergegas ke lantai dua untuk menjumpai Wahyu dan mengecek brankas tersebut. Kala itu, didapatinya brankas itu memang sudah dalam keadaan kosong. Kemera CCTV sempat hendak dicek. Anehnya, didapati CCTV itu dalam keadaan rusak.

“Padahal sehari sebelumnya, si EFS ini kan shift terakhir dan masih mendapati kamera CCTV masih berfungsi dengan baik. Uang yang raib dari brankas itu, katanya, senilai Rp 285 juta,” ujarnya.

Mengetahui hal itu, S selaku anak dari pemilik SPBU langsung membuat laporan ke Polresta Deli Serdang atas dugaan tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Di hari itu pula, EFS bersama delapan pekerja di SPBU dibawa ke Polresta Deli Sedang untuk diperiksa

“Herannya setelah itu hanya si EFS yang diproses sedangkan delapan pekerja lain dilepaskan. EFS dituduh mencuri karena dia yang masuk shift terakhir di SPBU itu,” ujarnya.

Pada Selasa (26/3) dini hari, tiga personel kepolisian yang awalnya mengaku sebagai pegawai SPBU mendatangi kediaman EFS. Alasan mereka ingin mengambil uang yang ditaruh EFS di lemari hijau ibunya.

Orang tua EFS pun mempersilakan tiga orang itu masuk. Penggeledahan dilakukan namun ujungnya uang itu tidak ada. Alhasil, polisi hanya membawa satu jaket biru milik EFS lalu pulang dengan mengendarai mobil.

“Sejak saat itu lah, orang tuanya ini baru tahu EFS diamankan,” ujarnya.

Pagi harinya, Juminah mendatangi Polresta Deli Serdang untuk menjumpai EFS. Akan tetapi penyidik tak memperbolehkan dengan alasan proses pemeriksaan masih berlangsung. Pada Rabu (27/3), polisi memberikan surat penangkapan kepada keluarga EFS.

Pada Kamis (28/3), ibu EFS kembali mendatangi Polresta Deli Serdang untuk bertemu anaknya.

“Didapati lah EFS dalam kondisi wajah, telinga, dan pahanya lebam atau membiru. EFS mengaku dianiaya aparat dan S saat dimintai keterangan di ruang penyidik. Setidaknya ada enam orang,” ucapnya.

“EFS sempat diancam akan disetrum kalau tidak mengaku mencuri uang itu dan akan ditembak kalau mengatakan tindakan kekerasan yang dialaminya,” tambahnya.

Berangkat dari situ, Juminah mengadu ke Polda Sumut dengan nomor laporan: STTLP/B/426/IV/2024/SPKT/Polda Sumut pada 4 April 2024 atas dugaan tindak pidana penganiaan terhadap EFS.

Selain itu, pihaknya juga membuat laporan dalam bentuk Dumas ke Polda Sumut terkait ketidakprofesionalan penyidik dalam menangani perkara EFS.

Di lain pihak, Ady Yoga Kemit selaku Staf Advokasi KontraS Sumut menilai ada beberapa kejanggalan terkait proses hukum yang dijalani EFS. Pertama, surat penangkapan tidak diberikan saat penangkapan, sehingga dianggap adanya tindakan unprosedural. Kedua, terkait polisi yang memberikan dua kali surat penangkapan.

“Surat penangkapan awalnya berisi EFS sebagai terlapor dan pelapor. Baru di surat penangkapan kedua EFS sebagai terlapor dan S sebagai pelapor. Alat bukti yang membenarkan dugaan pencurian itu juga tak dapat diberikan S dan penyidik,” sebutnya.

Ia pun menilai dugaan penganiayaan yang dialami EFS adalah pelanggaran HAM dan bertentangan dengan UU No. 39/1999 hingga Peraturan Kepala Kepolisian RI No.8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

“Oleh karena itu, kami mendesak Polda Sumut untuk menindak tegas personel yang terlibat dalam tindakan penyiksaan serta memenuhi hak hukum EFS,” ujarnya.***dtc/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version