Havana(MedanPunya) Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel pada Jumat (16/7) balik menyerang Amerika Serikat (AS), setelah negaranya disebut sebagai “negara gagal” oleh Presiden AS Joe Biden sehari sebelumnya mengomentari demo Kuba.
Diaz-Canel menilai bukan Kuba tapi AS – lah yang seharusnya disebut sebagai “negara gagal”.
Sebelumnya Presiden AS Joe Biden menyebut negara yang dikelola Partai Komunis itu sebagai “negara gagal” yang “menekan warganya.”
Presiden ke-46 AS juga menuding pemerintah Kuba menghancurkan harapannya untuk bisa mencabut sanksi AS dalam waktu dekat, yang telah berkontribusi pada krisis ekonomi terburuk Kuba dalam beberapa dekade.
Biden (seorang Demokrat), telah bersumpah selama kampanye kepresidenannya untuk meringankan beberapa sanksi terhadap Kuba yang diperketat oleh pendahulunya Donald Trump (seorang Republik).
Tetapi para analis mengatakan demo Kuba, dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya di pulau itu dalam beberapa hari terakhir, telah memperumit kelonggaran politik Biden.
“Negara gagal adalah negara yang menyenangkan minoritas reaksioner dan pemeras, (yang) mampu melipatgandakan kesusahan bagi 11 juta manusia (penduduk kuba), mengabaikan kehendak mayoritas Kuba dan komunitas internasional,” kicau Diaz-Canel di Twitter.
Pejabat Kuba dan banyak analis menuduh bahwa kebijakan AS di Kuba didorong oleh komunitas Kuba-Amerika yang antikomunis.
Mereka disebut memiliki pengaruh kuat di negara bagian Florida, tapi bukan membela kepentingan rakyat Kuba.
Pemerintah Kuba menuduh Amerika Serikat berada di balik demonstrasi yang meletus secara nasional di negara Karibia itu pada Minggu (11/7).
Unjuk rasa besar tersebut tergolong langka, karena perbedaan pendapat publik dibatasi. Sementara ada dugaan kelompok kontra-revolusioner dibiayai untuk menimbulkan kerusuhan.
“Amerika Serikat telah gagal dalam upayanya menghancurkan Kuba meskipun menghabiskan miliaran dollar dalam upayanya untuk melakukannya,” kata di utas Twitter-nya.
Pengganti Raul Castro (adik Fidel Castro) juga mengecam Washington atas angka kematian Covid-19 yang tinggi, kekerasan polisi, rasial, dan “catatan perang yang memalukan”.***kps/mpc/bs