Jakarta(MedanPunya) Militer Myanmar menyatakan siap untuk menghadapi sanksi dan isolasi setelah melancarkan kudeta 1 Februari lalu. Hal ini diungkapkan oleh seorang pejabat tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Rabu (3/3) waktu setempat, seraya mendesak negara-negara untuk “mengambil tindakan yang sangat kuat” untuk memulihkan demokrasi di negara Asia Tenggara itu.
Utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, mengatakan 38 demonstran tewas pada Rabu (3/3) saat aparat militer Myanmar memadamkan aksi-aksi demo antikudeta. Burgener menyebut hari itu sebagai hari paling berdarah di Myanmar sejak kudeta.
Burgener dijadwalkan memberi pengarahan mengenai masalah Myanmar ini kepada Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat (5/3) besok.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar tokoh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) miliknya. NLD memenangkan pemilihan pada November 2020 lalu dengan telak, yang menurut militer dipenuhi kecurangan. Komisi pemilihan umum membantah tuduhan kecurangan dan menyebut pemilu tersebut fair.
Burgener mengatakan bahwa dalam percakapan dengan wakil panglima militer Myanmar Soe Win, dia telah memperingatkannya bahwa militer kemungkinan besar akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara dan isolasi sebagai pembalasan atas kudeta tersebut.
“Jawabannya adalah: ‘Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat’,” kata Burgener kepada para wartawan di New York.
“Ketika saya juga memperingatkan mereka akan mengalami isolasi, jawabannya adalah: ‘Kami harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman’.”
Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Uni Eropa, telah menerapkan atau sedang mempertimbangkan sanksi-sanksi yang ditargetkan untuk menekan militer dan sekutu bisnisnya.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara telah menyuarakan keprihatinan atas keadaan darurat tersebut, tetapi tidak mengutuk kudeta tersebut bulan lalu karena ditentang oleh Rusia dan China, yang memandang perkembangan tersebut sebagai urusan dalam negeri Myanmar. Tindakan apa pun oleh dewan di luar pernyataan tersebut tidak mungkin dilakukan, kata para diplomat.
“Saya berharap mereka menyadari bahwa ini bukan hanya urusan internal, itu mengenai stabilitas kawasan,” kata Burgener tentang China dan Rusia.
Burgener mengatakan, Soe Win mengatakan padanya bahwa “setelah satu tahun mereka ingin mengadakan pemilihan umum lagi.”
Burgener terakhir kali berbicara dengan Soe Win pada 15 Februari dan sekarang berkomunikasi dengan militer Myanmar secara tertulis.
“Jelas, menurut saya, taktiknya sekarang adalah menyelidiki orang-orang NLD untuk memenjarakan mereka,” kata Burgener.
“Pada akhirnya, NLD akan dilarang dan kemudian mereka mengadakan pemilihan baru, di mana mereka ingin menang, dan kemudian mereka dapat terus berkuasa,” imbuhnya.
Burgener mengatakan dia yakin militer “sangat terkejut” dengan aksi-aksi protes rakyat Myanmar terhadap kudeta tersebut.
“Saat ini, kita memiliki anak-anak muda yang hidup dalam kebebasan selama 10 tahun, mereka memiliki media sosial, dan mereka terorganisir dengan baik dan sangat bertekad,” tutur pejabat PBB tersebut.
“Mereka tidak ingin kembali dalam kediktatoran dan isolasi,” tandasnya.***dtc/mpc/bs