Tak Pakai Dasi, Pemimpin Maori Diusir Parlemen Selandia Baru

Wellington(MedanPunya) Seorang pemimpin Maori diusir parlemen Selandia Baru pekan ini karena menolak untuk memakai dasi saat menghadiri sidang parlemen. Pemimpin Maori yang juga anggota parlemen Selandia Baru ini bahkan hanya boleh bertanya jika dia memakai dasi saat sidang.

Rawira Watiti dalam pernyataannya menyebut pemaksaan parlemen terhadap dirinya untuk memakai kode pakaian ala Barat merupakan pelanggaran hak-haknya dan upaya menekan budaya asli negara ini.

Pada Selasa (9/2) waktu setempat, ketua parlemen Selandia Baru, Trevor Mallard, dua kali mencegah Watiti untuk melontarkan pertanyaan dalam sesi debat di ruang sidang parlemen, dengan bersikeras menyatakan bahwa anggota parlemen hanya bisa mengajukan pertanyaan jika memakai dasi.

Ketika Watiti melanjutkan dengan pertanyaannya usai dihentikan kedua kalinya, Mallard memerintahkannya untuk keluar dari ruang sidang.

“Ini bukan soal dasi, ini soal identitas budaya, sobat,” ucap Watiti saat keluar dari ruang sidang parlemen.

Parlemen Selandia Baru saat ini merupakan yang paling inklusif dalam sejarah negara itu. Nyaris 120 kursi parlemen dipegang oleh wanita. Parlemen saat ini juga memiliki 11 persen perwakilan LGBT dan 21 persen perwakilan Maori — suku asli Selandia Baru. Usai pemilu pada Oktober tahun lalu, parlemen Selandia Baru juga untuk pertama kalinya memiliki anggota parlemen keturunan Afrika dan Sri Lanka.

Watiti, yang menyebut dasi sebagai ‘jerat kolonial’, tahun lalu diberitahu bahwa dia akan dikeluarkan dari DPR jika tidak memakai dasi. Pada Selasa (9/2) waktu setempat, Watiti diketahui memakai taonga — liontin batu hijau Maori — yang dikalungkan pada kerah kemejanya.

Dalam penegasannya, Mallard menyatakan bahwa meskipun dasi dipandang ketinggalan zaman menurut pandangan Watiti, mayoritas anggota parlemen meminta agar aturan itu dipertahankan dalam konsultasi soal isu itu beberapa bulan terakhir.

Memberikan penjelasan melalui tulisan pada New Zealand Herald pada Rabu (10/2) waktu setempat, Watiti mengatakan tindakannya bukan dipicu oleh dasi, tapi soal hak Maori untuk menjadi Maori, baik di parlemen maupun di pub,

“Saya melepaskan jerat kolonial sebagai tanda bahwa itu terus menjajah, untuk mencekik dan menekan hak-hak Maori yang menurut Mallard memberi kita semua kesetaraan,” tulis Watiti.

“Ini lebih dari sekadar dasi atau taonga, ini semua berkaitan dengan kesetaraan,” imbuhnya.

Saat diminta berkomentar, Perdana Menteri Jacinda Ardern menyatakan dirinya tidak memiliki pendapat kuat soal hal itu dan dia menyatakan tidak keberatan dengan seseorang yang memakai dasi atau tidak di parlemen. “Ada masalah yang jauh lebih penting bagi kita semua,” sebut Ardern.***dtc/mpc/bs

Berikan Komentar:
Exit mobile version