Jakarta(MedanPunya) Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) buka suara terkait rata-rata kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 1,09%. Wakil Ketua Depenas Adi Mahfudz mengatakan penetapan UMP sesuai dengan regulasi yang ada yaitu Undang-undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Dia juga menjelaskan, rata-rata 1,09% tersebut tidak disamaratakan di seluruh provinsi karena penentuan upah diambil dari produk domestik bruto regional. Misalnya untuk UMP Jakarta naik Rp 37.749 atau sekitar 1,1%, UMP Jawa Barat naik 1,72%, sedangkan UMP Jawa Timur naik 1,22%, dan UMP Kalimantan Timur naik 1,11%.
“Artinya pertumbuhan ekonomi atau inflasi yang disesuaikan dengan provinsi atau masing-masing daerah. Jadi sangat fluktuatif, yang dipakai bukan 1,09%, itu hanya rata-rata nasionalnya,” katanya, Senin (22/11).
Kemudian, alasan UMP 2022 naik rata-rata hanya 1,09% dilatarbelakangi kondisi perusahaan yang belum pulih terdampak COVID-19. Pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah pun melambat, ditambah dengan inflasi yang berbeda-beda tiap daerah.
“Kondisi ketenagakerjaan kita saat ini kan seperti kita ketahui bersama bahwa banyak sektor usaha yang terdampak pandemi COVID-19. Tentu tidak semua sektor dalam hal ini, sesuai dengan klasifikasi sektor itu sendiri. (Selain itu) dipengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi daerah, faktor pengangguran kita yang semakin tahun semakin bertambah terutama di saat pandemi COVID-19 kurang lebih 9 juta sekian,” ungkapnya.
“Nah di situlah banyak faktor yang mempengaruhinya. Jadi sebetulnya tidak stagnan hanya di 1,09%. Saya yakin ke depan sesuai dengan recovery dunia usaha tentu akan semakin membaik. Kiranya harus bersabar diri dan melihat situasi itu,” lanjut Adi.
Adi yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengupahan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pembahasan UMP tak kalah pentingnya bagi pekerja UMKM. UMP saat ini diklasifikasikan bagi usaha besar dan menengah yang jumlahnya hanya 0,1% saja, sedangkan UMKM yang jumlah hampir 99,9% tidak memiliki proteksi upah dan jaminan sosial.
“Nggak bisa kita dikotomi, satu kelompok, satu golongan baik itu serikat pekerja, serikat buruh maupun asosiasi pengusahanya itu sendiri. Termasuk juga hanya berbicara parsial salah satu provinsi saja. Namun kita berbicara konteksnya adalah Indonesia,” katanya.
Terlepas dari itu semua, pihaknya menyambut baik dan berkomitmen akan memberikan upah sesuai dengan ketetapan yang ada. Menurutnya, ketetapan UMP tahun ini lebih besar daripada tahun lalu karena sudah sesuai dengan regulasi.
“Adapun penetapan itu, kami di pengusaha menyambut baik dengan penetapan oleh bapak gubernur kita. Yang paling banyak juga memakai regulasi yang ada. Ini saya kira suatu progres yang sangat luar biasa, beda dengan tahun lalu yang masih ada beberapa gubernur menetapkan di luar regulasi yang ada. Berdasarkan hanya kebijakan pertimbangan politik,” ujar Adi
“Iya (berkomitmen memberikan upah sesuai), kalau toh ada yang seperti itu (di bawah UMP) itu hanya permainan pasar. Kalau kami wanti-wanti yang terhimpun dalam satu asosiasi baik di Kadin Indonesia, maupun di Apindo dan asosiasi yang lain seperti itu. Kami selalu mengimbau untuk taat azas, taat regulasi,” pungkasnya.***dtc/mpc/bs