Jakarta(MedanPunya) Harga kedelai dunia mengalami lonjakan drastis dan terasa sampai Indonesia. Berdasarkan data Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), harga kedelai normalnya di kisaran Rp 6.100-6.500 per kilogram (Kg) per Maret-April 2020 lalu. Kini, harganya naik menjadi sekitar Rp 9.300-9.800/Kg.
Kenaikan harga kedelai itu pun turut mengerek harga tahu dan tempe. Dari semula rata-rata Rp 2.500-3.000 per potong, atau Rp 11.000/Kg di tingkat perajin tahu dan tempe, naik menjadi Rp 3.500-4.000 per potong atau Rp 14.000-15.000/Kg.
Namun, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mewanti-wanti harga kedelai masih akan terus naik sampai Mei 2020.
“Kedelai ini harganya akan menguat terus mungkin sampai akhir Mei 2021. Karena memang hasil daripada crop di tahun 2021 ini dinyatakan baik, dan Brasil akan kembali pada produksi mungkin lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Jadi kami melihat bahwa harga ini akan menguat terus sampai dengan akhir Mei,” ungkap Lutfi dalam konferensi pers virtual, Senin (11/1).
Perlu diketahui, Indonesia memang memasok kebutuhan kedelainya 90% dari impor. Adapun negara-negara pemasok kedelai terbesar di Indonesia antara lain Amerika Serikat (AS), Kanada, Argentina, Prancis, dan Malaysia.
Kenaikan harga itu terjadi karena permintaan kedelai yang tinggi, bahkan hampir dua kali lipat dari China. Sementara, negara-negara produsen kedelai terutama di Amerika Latin tengah menghadapi gangguan cuaca dan permasalahan aksi mogok pekerja di sektor distribusi dan logistik.
Meski begitu, Lutfi berharap di bulan Juni kapasitas produksi kedelai dunia membaik, sehingga harga bisa kembali normal. Sebelum itu, ia memastikan pihaknya akan tetap memantau pergerakan harga kedelai, sehingga dapat menginformasikan berapa perkembangan harga tahu dan tempe yang wajar untuk dijual ke pasar.
“Mudah-mudahan Juni sudah mulai membaik. Dan selama harga, landed cost daripada kedelai masih di atas Rp 8.000/Kg, kami akan menjadi penengah antara perajin dan pasar untuk memberitahukan berapa harga tahu dan tempe yang wajar,” ujarnya.
Hal itu dilakukan agar pasar bisa memahami bahwa kenaikan harga tahu dan tempe itu masih akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.
“Mungkin tiap akhir bulan kami akan hitung berapa harga wajar tahu tempe supaya pasar bisa mengerti jika bulan depan harga akan naik Rp 100 misalnya untuk kedelai, harga tahu tempe tidak naik lebih dari Rp 100-200. Ini yang kami hitung, namanya burden sharing. Jadi importir tetap memastikan barang ada, perajin dipastikan tetap membuat, dan saya informasikan ke pasar karena memang harga tinggi ini akan terjadi. Namun sekali lagi, saat harga turun di bawah Rp 8.000/Kg maka Kemendag mempersilakan kekuatan supply demand menjadi mekanisme pasar,” tutupnya.***dtc/mpc/bs