Jakarta(MedanPunya) Harga minyak mentah dunia rebound pada akhir perdagangan Rabu waktu Amerika Serikat (AS), dipengaruhi penurunan persediaan minyak AS dan kekhawatiran pasokan global yang semakin ketat karena terganggunya stok minyak dari Rusia dan Libya.
Harga minyak mentah berjangka Brent naik tipis 65 sen atau 0,6 persen menjadi menetap di level 107,90 dollar AS per barrel.
Sementara harga kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) bulan depan, yang berakhir pada hari Rabu, naik 1,06 dollar AS atau 1 persen ke level 103,62 dollar AS per barrel.
Peguatan harga minyak dunia didukung prospek pasokan global yang lebih ketat setelah negara-negara Barat memberikan sanksi terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Rusia merupakan pengekspor minyak terbesar kedua di dunia dan pemasok utama ke Eropa.
“Dengan perang Ukraina yang meningkat, kemungkinan durasi konflik yang diperpanjang meningkat dan potensi hilangnya pasokan Rusia ke pasar meningkat,” kata Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch, di Galena, Illinois.
Pasar minyak dunia juga dipengaruhi laporan stok minyak mentah AS yang turun 4,5 juta barrel pada pekan lalu, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal OPEC+, memproduksi 1,45 juta barrel per hari (bph). Realisasi itu di bawah target produksi Maret karena mulai menurunnya produksi Rusia setelah sanksi yang diberlakukan oleh Barat.
Sementara di Libya, unjuk rasa terhadap Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah telah membuat gelombang blokade di ladang minyak utama dan terminal ekspor. Kondisi ini membuat Libya terpaksa menutup produksinya sebesar 550.000 barrel per hari.
Harga minyak dunia memang bergerak fluktuatif, pada perdagangan Selasa kemarin, kedua patokan harga minyak bahkan sempat anjlok 5,2 persen setelah Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,6 persen dari sebelumnya di 4,4 persen pada Januari 2022. IMF juga memperingatkan potensi inflasi yang lebih tinggi.
Alasannya, perekonomian global terimbas perang Rusia-Ukraina dan laju kenaikan inflasi kini menjadi bahaya yang nyata bagi banyak negara.***kps/mpc/bs