Pantas BPK Was-was… Begini Mengkhawatirkannya Utang Pemerintah

Jakarta(MedanPunya) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khawatir pemerintah tidak bisa lagi membayar utang. Per April 2021 saja Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah telah mencapai Rp 6.527,29 triliun atau 41,18% terhadap PDB.

Menurut pandangan ekonom, utang pemerintah memang sudah mengkhawatirkan. Menurut Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, penyebab utang pemerintah mengkhawatirkan lantaran penerimaan negara turun terus.

“Lalu di lain sisi beban bunganya naik terus. Jadi segitu sudah tidak bisa sustain,” kata dia, Jumat (25/6).

Akibat penerimaan negara terus melemah, ditambah beban utang, khususnya bunga terus mengalami kenaikan, itu membuat pemerintah akan kesulitan menjalankan program-programnya.

“Nah itu bisa dijalankan dengan artinya utang (pemerintah) itu harus meledak, harus melonjak, utangnya harus tinggi. Nah, ini lama-lama jadi tidak sustain, karena itu kan kalau utang tinggi kan otomatis kemampuan kita bayar kalau pendapatan kurang terus ya kemampuan bayarnya melemah,” tambahnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian mengatakan kelihatannya pemerintah sudah kesulitan mengumpulkan penerimaan negara.

“Sebagaimana kita tahu kan sekarang pemerintah lagi empot-empotan nyari duit, cari tambahan pendapatan negara, makanya kan kemarin heboh kita sembako mau dipajaki,” ujarnya.

“Jadi kelihatan dari sisi pendapatan mereka panik, empot-empotan nyari duit dari mana, di sisi lain pemerintah juga nggak berani untuk memotong anggaran,” sambung Dzulfian.

Di tengah seretnya pendapatan, lanjut dia, pemerintah malah mengeluarkan wacana belanja alutsista mencapai Rp 1.700 triliun.

“Itu kan wah sekali, itu anggarannya sudah lebih besar daripada dana PEN (pemulihan ekonomi nasional). Itu kan juga nggak masuk di akal. Memang kita lagi dalam situasi perang? kan nggak. Jadi kita itu sedang perangnya bukan perang melawan senjata tapi lagi perang melawan virus,” tuturnya.

Pemerintah juga dinilai menghamburkan uang melalui kebijakan work from Bali untuk para pegawai negeri sipil (PNS). Padahal pemerintah semestinya berhemat dengan bekerja dari kantor atau work from home.

“Dari sisi belanja dan pengeluaran memang ada masalah di situ. Jadi wajar kalau misalnya utang kita terus membengkak dan akhirnya nggak bisa bayar,” tambahnya.***dtc/mpc/bs

Berikan Komentar:
Exit mobile version