Jakarta(MedanPunya) Seorang advokat dari Surabaya, Elok Dwi Kadja mengajukan judicial review UU Pornografi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Elok menilai penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi bisa melepaskan Gisel dari pidana sehingga harusnya dihapuskan MK.
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi berbunyi:
Yang dimaksud dengan ‘membuat’ adalah tidak termasuk untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
“Permohonan ini terinspirasi ramainya kasus Gisella Anastasia (Gisel) yang video persetubuhannya beredar luas di masyarakat melalui media sosial,” kata Elok dalam surat permohonan judicial review yang dilansir website MK, Rabu (13/1).
Elok menyatakan Gisel bisa bebas dengan karena membuat video untuk kepentingan sendiri.
“Jika mengacu pada penjelasan Pasal 4 ayat 1, tentu artis Gisella Anastasia tidak bisa dipidana,” ujar Elok.
Elok menilai penjelasan Pasal 4 ayat 1 itu membuka jalan kebebasan masyarakat untuk membuat konten pornografi untuk kepentingan sendiri. Menurut Elok, ketentuan itu membahayakan kehidupan moral masyarakat.
“Sebab, siapa pun bebas membuat konten pornografi. Padahal siapa yang menjamin jika rekaman tersebut tidak hilang. Misalnya rekaman a quo disimpan di HP, terus HP itu hilang. Hal ini akan menjadi konsumsi publik, seperti dalam kasus Gisella Anastasia,” papar Elok.
Bahkan, kata Elok, Penjelasan Pasal 4 ayat 1 adalah pasal terselubung. Kalau memang tujuannya adalah penerapan pasal pengecualian, seharusnya di dalam batang tubuh Pasal 4 UU Nomor 44 Tahun 2008, bukan di dalam Penjelasan.
“Makna ‘membuat tidak termasuk untuk dirinya sendiri’ sangat bias. Bisa juga diartikan seseorang merekam orang lain sedang mandi tanpa sepengetahuan yang direkam karena merekam a quo untuk kepentingan sendiri tidak diedarkan untuk orang lain. Berarti apa yang dilakukan orang tersebut mendapat perlindungan oleh Penjelasan Pasal 4 ayat 1, selama orang yang menjadi objek konten pornografi tidak mempermasalahkannya,” terang Elok.
Hak asasi individu tidak boleh melanggar hak asasi orang lain, kata Elok. Menurutnya, tontonan pornografi sejatinya adalah tontonan yang merugikan hak asasi orang lain, apalagi tontonan a quo bisa diakses oleh orang lain.
“Menyatakan Penjelasan Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi bertentangan dengan UUD 1945 harus dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” pinta Elok.
Dalam catatan, gugatan serupa pernah diajukan Farhat Abbas, yang mempersoalkan Luna Maya-Cut Tari dalam video hubungan badan dengan Ariel. MK menyatakan penjelasan itu tidak bertentangan dengan UUD 1945. Namun cara membacanya harus secara utuh, jangan dipenggal-penggal.
Menurut MK, antara pasal dan penjelasan pasal di UU Pornografi bukanlah hal yang bertentangan melainkan pembatasan atau pengecualian. Kalau diperhatikan dengan cermat, kata MK, redaksi Pasal 4 ayat (1) merupakan perbuatan-perbuatan yang memang bukan untuk kepentingan sendiri.
Dengan begitu, dalam Penjelasannya, khusus kata ‘membuat’ diberi pembatasan bahwa yang dimaksud adalah tidak termasuk ‘membuat’ untuk dirinya sendiri dan kepentingan sendiri.
“Begitu pula Pasal 6 dan Penjelasannya tidak bertentangan satu sama lain, melainkan sebagai pembatasan atau pengecualian,” ujarnya.
MK menilai, dari dua ketentuan yang dimohonkan pengujian itu, tidak ada persoalan inkonstitusionalitas dan tidak mengandung kontradiksi sepanjang dimaksudkan untuk kepentingan diri sendiri. MK memutuskan menolak permohonan dan menyatakan UU Pornografi konstitusional dan tetap berlaku mengikat.
“Undang-undang a quo (UU Pornografi) antara lain dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang bersumber pada ajaran agama, melindungi setiap warga negara, mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat, serta memberikan ketentuan yang jelas tentang batasan dan larangan yang harus dipatuhi oleh setiap warga negara yang disertai dengan sanksi pidana tertentu,” pungkas majelis.***dtc/mpc/bs