Jakarta(MedanPunya) Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. Di dalamnya diatur larangan pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual, tanpa izin dari hakim atau ketua majelis hakim. Apa kata ahli hukum tata negara?
“MA larang pengambilan foto dan merekam dalam persidangan, inkonstitusional,” kata ahli hukum tata negara Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Dr Jimmy Usfunan, Senin (21/12).
Menurut Jimmy, penggunaan izin dalam pengambilan foto maupun merekam, seakan-akan menempatkan tindakan tersebut sebagai tindakan yang berbahaya dan mengancam keselamatan hakim. Apalagi, dalam dasar menimbang Perma ini, menekankan pada mewujudkan rasa aman bagi hakim.
“Secara hakikat, izin dalam hukum administrasi beranjak pada perbuatan yang dilarang karena kondisinya akan membahayakan orang lain atau lingkungan, sehingga harus dikendalikan dengan instrumen izin. Sedangkan pengambilan foto dan merekam dalam persidangan, tidak menunjukkan adanya tindakan yang berbahaya,” papar Jimmy.
Justru, kata Jimmy, pendokumentasian malah memberikan keterbukaan persidangan dalam mewujudkan proses peradilan yang jujur ‘fair trial’ serta bentuk pengawasan publik terhadap jalannya persidangan. Hal itu agar dilaksanakan dengan baik untuk menegakkan hukum dan keadilan sesuai konstitusi.
“Bentuk keterbukaan melalui mekanisme pengambilan foto dan merekam, juga dirasa sebagai upaya dalam menjamin aktualisasi prinsip persamaan dimuka hukum ‘equality before the law’ dan asas ‘due proses of law’ (proses hukum yang adil) sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” cetus Jimmy.
“Bayangkan saja, dengan adanya prosedur izin, akan berakibat pada perbedaan standar yang digunakan untuk menilai boleh atau tidaknya pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual. Hal ini berakibat, pada kebijakan yang berbeda pada masing-masing pengadilan, bahkan pada setiap kasus dalam satu pengadilan yang membolehkan sidang terbuka untuk umum,” pungkas Jimmy.
Berikut bunyi pasal yang disorot dalam Perma 5/2020:
Pasal 4 ayat 6:
Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan
Pasal 4 ayat 14
Setiap orang yang hadir di ruang sidang harus mengenakan pakaian yang sopan dan pantas serta menggunakan alas kaki tertutup dengan memperhatikan kearifan lokal.
Penjelasan MA
MA angkat bicara mengenai larangan memfoto hingga merekam selama proses persidangan yang menuai sorotan. MA menyebut aturan tersebut tidak membatasi transparansi.
“Sama sekali bukan membuat aturan yang membatasi transparansi,” ujar kata juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, Minggu (20/12).
Andi mengatakan, aturan ini agar seluruh pihak dapat merasa aman saat di persidangan. Menurutnya, larangan ini akan mewujudkan peradilan yang berwibawa.
“Jadi filosofinya pada faktor keamanan, semua pihak merasa aman berada di ruang sidang atau pengadilan dan persidangan yang lancar, tertib dan aman, akan mewujudkan peradilan yang berwibawa,” kata Andi.
Andi kembali menyebutkan, aturan tersebut bukan merupakan larangan bagi peliputan. Melainkan untuk mengatur ketertiban dan kelancaran sidang.
“Sama sekali bukan untuk melarang peliputan dan pengambilan foto. Kalau diatur demikian untuk tertib dan lancarnya persidangan apakah itu salah,” tuturnya.***dtc/mpc/bs