Medan(MedanPunya) Manajemen PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divisi Regional I Sumatera Utara buka suara terkait insiden kecelakaan antara kereta api dengan angkutan kota (angkot) di Jalan Sekip, Medan, yang menewaskan empat orang, pada Sabtu (4/12) pekan lalu.
KAI menegaskan, kecelakaan yang melibatkan kereta api Srilelawangsa dan angkutan umum yang terjadi di perlintasan sebidang Jalan Sekip itu, merupakan contoh nyata masih rendahnya kepatuhan pengguna jalan terhadap aturan dan rambu-rambu.
“Diperlukan kesadaran dari setiap pengguna jalan untuk mematuhi seluruh rambu-rambu dan isyarat yang ada saat melalui perlintasan sebidang. Hal ini dikarenakan keselamatan di perlintasan sebidang merupakan tanggung jawab setiap individu,” ujar Vice President PT KAI Divisi Regional I Sumatera Utara, Yuskal Setiawan, Selasa (7/12).
Dia mengatakan, untuk menghindari terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang, pengguna jalan diwajibkan menaati aturan dengan berhenti Ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup atau ada isyarat lain.
“Pengguna jalan juga wajib mendahulukan perjalanan kereta api dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel,” katanya.
Dia menyebutkan, aturan tersebut telah tertuang dalam Pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Mendahulukan perjalanan kereta api di perlintasan sebidang juga secara tegas diatur pada UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.
Hal ini penting karena kereta api sudah berjalan pada jalurnya, sehingga apabila pengguna jalan melanggar jalur tersebut dengan tidak mengindahkan/memperhatikan rambu yang ada akan mengakibatkan kecelakaan.
Sejak tahun 2019, PT KAI Divisi Regional I Sumatera Utara mencatat terjadi 104 kecelakaan lalu lintas pada perlintasan sebidang.
Oleh karena itu, diperlukan juga penindakan bagi setiap pelanggar agar menimbulkan efek jera dan meningkatkan kedisiplinan para pengguna jalan.
PT KAI Divisi Regional I Sumatera Utara berharap pihak kepolisian harus lebih agresif lagi untuk menindak pelanggar di perlintasan sebidang.
Evaluasi perlintasan sebidang juga harus dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan pihak terkait lainnya secara berkala.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, perlintasan sebidang dapat dibuat tidak sebidang, ditutup, ataupun ditingkatkan keselamatannya.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan Jalan.
Perlintasan sebidang pada prinsipnya harus dibuat tidak sebidang yaitu menjadi untuk meningkatkan keselamatan perjalanan KA dan pengguna jalan.
Langkah lain selanjutnya yakni dengan menutup perlintasan sebidang yang tidak berizin atau liar.
Yang terakhir peningkatan keselamatan dengan pemasangan Peralatan Keselamatan Perlintasan Sebidang dan disertai dengan pemasangan Perlengkapan Jalan.
Peningkatan dan pengelolaan perlintasan sebidang tersebut dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya yakni Menteri untuk jalan nasional, Gubernur untuk jalan provinsi, dan Bupati/Walikota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa. Hal ini sesuai dengan PM Perhubungan No 94 Tahun 2018 pasal 2 dan 37.
“Keselamatan di perlintasan sebidang akan tercipta jika didukung oleh pemerintah dan seluruh unsur masyarakat. Dibutuhkan kepedulian dari seluruh stakeholders guna menciptakan keselamatan di perlintasan sebidang,” pungkasnya.***kps/mpc/bs