Bobby Dukung Polisi Tembak Mati Begal, KontraS: Pernyataan Menjerumuskan

Medan(MedanPunya) Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara (Sumut) mengkritik sikap Wali Kota Medan Bobby Nasution yang mendukung polisi tembak mati begal. Sikap Bobby itu dinilai KontraS justru akan menjerumuskan polisi ke posisi yang salah.

Koordinator Kontras Sumut Rahmat Muhammad menyebut menembak mati begal di merupakan penegakan hukum yang serampangan. Apalagi polisi sudah memiliki mekanisme penggunaan kekuatan yang diatur dalam peraturan polisi (perpol).

“Apa yang disampaikan Bobby merupakan penegakan hukum yang serampangan atau pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing,” kata Rahmat Muhammad dalam keterangannya, Rabu (12/7).

Pernyataan Bobby dinilai seolah-olah kalap dengan berbagai kejahatan di Medan. KontraS Sumut menilai Bobby gagal melakukan upaya preventif.

“Pernyataan Bobby seolah kalap dengan banyaknya tindak kejahatan yang terjadi di Kota Medan, Medan ini udah kaya ‘Gotham City’ banyak kali maling, begal, geng motor, narkoba, pembunuhan, ku kira itu terjadi karena ya dalam konteks keamanan Pemerintah Kota Medan gagal dalam pencegahan atau upaya preventif,” ucapnya.

Dalam hal tembak mati, Rahmat mengingatkan bahwa aparat kepolisian bukanlah alat kekuasaan sehingga mereka tidak perlu mendengarkan apa yang disampaikan Bobby dan kepolisian itu aparat hukum dan keamanan yang harus bekerja sesuai aturan yang ada. Dalam hal penggunaan kekuatan Kepolisian punya mekanisme yang diatur diatur secara rinci dalam Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 (Perkap 1/2009) tentang Penggunaan Kekuatan.

Rahmat menyebutkan pernyataan Bobby mendukung tembak mati seolah menjerumuskan polisi ke posisi yang salah. Sebab kepolisian sudah memiliki banyak aturan terkait dengan penerapan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk penembakan.

“Pernyataan Bobby seolah menjerumuskan kepolisian pada posisi yang salah, kepolisian itu punya segudang aturan dalam penerapan prinsip HAM dalam proses penerapan hukum, termasuk soal penembakan, jangan sampai tindakan penembakan terhadap pelaku kejahatan justru membuat kepolisian dianggap melanggar HAM,” sebutnya.

Menurut Rahmat, penembakan yang dilakukan dengan tujuan membunuh adalah tindakan yang salah. Sebab tujuan penembakan adalah untuk melumpuhkan pelaku, dan itupun dilakukan dengan tahapan yang benar.

Pada Peraturan Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 (Perkap 1/2009) Pasal 5, aparat wajib mengupayakan terlebih dahulu 6 tahapan tindakan yang tujuannya untuk pencegahan. Yakni perintah lisan, penggunaan kekuatan dengan tangan kosong lunak kemudian diikuti dengan tangan kosong keras, penggunaan senjata tumpul, hingga penggunaan senjata kimia seperti gas air mata atau semprotan cabe.

Jika 6 tahapan tersebut tidak berhasil, maka polisi menggunakan penembakan. Tujuan penembakan itu pun bukan membunuh, tapi melumpuhkan.

“Tahapannya dulu dijalankan, jika tidak berhasil baru gunakan kekuatan penembakan, tetapi itupun dengan tujuan untuk menghentikan atau melumpuhkan pelaku, bukan menembak mati,” ungkapnya.

Rahmat menilai personel kepolisian berdalih jika pelaku melakukan perlawanan sehingga ditembak. Padahal dalam kenyataannya pelaku ditembak saat dalam penguasaan polisi.

“Penembakan yang dilakukan kepada pelaku kejahatan harus dijalankan sesuai dengan mekanisme yang ada, saat ini dalih perlawanan yang dilakukan si pelaku kerap dilontarkan, tapi pada kenyataan, banyak laporan dari keluarganya bahwa penembakan justru dilakukan ketika pelaku sudah berada dalam kekuasaan,” ujarnya.

Dalam catatan KontraS Sumut, dalam kurun waktu Juni 2022 hingga Juni 2023, terdapat 35 kasus penembakan. Dengan jumlah 36 luka-luka dan 4 orang meninggal dunia. Data tersebut tidak jauh berbeda dengan periode Juni 2021 hingga Juni 2022 yakni 33 kasus. Sehingga KontraS Sumut menilai penggunaan kekuatan dalam hal ini penembakan tidak memberikan efek jera.

KontraS Sumut, kata Rahmat, mendukung penegakkan hukum atas banyaknya kejahatan di Medan. Namun, penegakkan hukum itu harus sesuai mekanisme yang benar, bukan malah melanggar hukum.

“KontraS Sumut tentu saja mendukung penegakan hukum atas banyaknya kasus kejahatan yang terjadi di Sumatera Utara dan Kota Medan pada khususnya, hanya saja penegakan hukum harus dijalankan dengan mekanisme yang benar, jangan sampai ada penegakan hukum yang justru melanggar hukum,” ungkapnya.

Pemkot Medan dan kepolisian dinilai harus melakukan upaya preventif atau pencegahan. Kepolisian bisa menggunakan Peraturan No 4 Tahun 2020 Tentang Pengamanan Swakarsa, bukan hanya patroli di malam hari.

“Kepolisian harusnya mengefektifkan pengamanan swakarsa, karena fungsinya adalah pengamanan dan ketertiban. Pengamanan swakarsa bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban,” tutupnya.

Sebelumnya, Wali Kota Medan Bobby Nasution mengapresiasi personel Polrestabes Medan yang menembak mati perampok bersenjata di Medan. Bobby menyebut tindakan itu sudah tepat karena begal dan kejahatan lainnya marak di Medan.

“Begal dan pelaku kejahatan tentu saja tak punya tempat di Kota Medan. Aksi mereka meresahkan, sudah tepat jika aparat bertindak tegas karena kita ingin ketenangan, keamanan di Medan,” kata Bobby Nasution dalam keterangannya, Selasa (11/7).

Menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu memberikan apresiasi ke Kapolrestabes Medan Kombes Valentino Alfa Tatareda. Bobby berharap dengan tindakan tegas itu para pelaku begal jera.

“Saya apresiasi Kapolrestabes Medan dan jajaran. Semoga ketegasan petugas membuat para pelaku begal sadis jera,” ucapnya.***dtc/mpc/bs

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version