Medan(MedanPunya) Kapal MV Mathu Bhum ditangkap TNI AL di perairan Belawan, Medan, Sumatera Utara karena mengangkut bahan baku minyak goreng (migor) yang akan diekspor ke Malaysia. Pemilik kapal memastikan seluruh dokumen perizinan yang dibutuhkan untuk ekspor telah terpenuhi.
Kuasa hukum PT Regional Container Lines-perusahaan pemilik MV Mathu Bhum, Landen Marbun mengatakan jika merujuk Pasal 6 Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22/2022 tentang larangan ekspor CPO atau bahan baku migor, 34 kontainer itu harusnya tidak perlu dipermasalahkan. Di mana, seluruh barang tersebut telah mendapatkan izin untuk bisa diekspor.
Di pasal 6 Permendag 22, kata dia, disebutkan bahwa sejak aturan berlaku, CPO dan turunannya masih bisa diekspor apabila telah mendapatkan nomor pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor paling lambat 27 April 2022. Sedangkan Permendag 27/2022 mulai berlaku sejak diundangkan pada 28 April 2022.
“34 kontainer yang dianggap menyalahi aturan itu sudah memiliki PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang) dan NPE (Nota Pemberitahuan Ekspor) dari Bea Cukai Medan yang terbit tanggal 25 dan 26 April 2022. Jadi ketika melihat aturan harusnya tidak masalah diekspor, aturan masih memperbolehkan dan perizinan lengkap,” katanya di Medan, Kamis (12/5).
Adapun bunyi Pasal 6 Permendag 22/2022 yakni “Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBD Palm Oil), Refined, Bleached and Deodorized Palm Oelin (RBD Palm Olein) dan Used Cooking Oil (UCO) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, yang telah mendapatkan nomor pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor paling lambat tanggal 27 April 2022, tetap dapat melaksanakan ekspornya,” demikian bunyi Pasal 6.
Selain itu, kapal Mathu Bhum juga telah clearance BC 1.1 dari Kantor Bea Cukai Belawan dan SPB izin berlayar dari Kantor Syahbandar Utama Belawan.
Dengan fakta itu, Landen menilai harusnya tidak ada masalah lagi perihal regulasi ekspor karena sudah sesuai ketentuan. “Semua dokumen lengkap. Harusnya kapal dilepas,” tegasnya.
Apabila pihak TNI AL merasa perlu menahan 34 kontainer untuk kepentingan penyidikan, dia tidak mempersoalkan. Namun barang lain yang ada di kapal tersebut harus dilepaskan.
“Kami dukung proses hukum tetap berjalan, diusut sampai tuntas. Tapi, klien kami juga punya tanggung jawab mengirimkan barang lain. Kalau mau di tahan 34 kontainer saja yang dianggap menyalah, jangan semua, apalagi kapalnya,” bilangnya.
“Tapi setelah kami dalami aturan yang ada, seharusnya tidak masalah,” sambungnya.
Menurut Landen kliennya tidak berhubungan langsung dengan eksportir atau pemilik 34 kontainer tersebut. “Klien kami itu mendapatkan permintaan pengiriman atau ekspor dari PT Yangming Line dan PT CMA sebagai penyedia jasa. Jadi tidak ada kaitannya dengan eksportir, apalagi seluruh syarat dan dokumen untuk ekspor barang telah dipenuhi,” jelasnya.
Sebelumnya, personel TNI-AL menangkap kapal MV Mathu Bhum di perairan Belawan, Medan, Sumatera Utara. Kapal itu diamankan lantaran mengangkut bahan baku minyak goreng yaitu RBD Palm Olein yang akan diekspor ke Malaysia.
“Penangkapan ini diawali dengan informasi dari intelijen pangkalan yaitu dari Lantamal 1 Belawan, yang ditindak lanjuti oleh unsur-unsur Puskamla Koarmada I ditindaklanjiti oleh unsur-unsur KRI yaitu KRI Karotang 872 di bawah kendali Puskamla Koarmada I yang dalam hal ini adalah berhasil menangkap MV Mathu Bhum berbendera Singapore,” kata Pangkoarmada RI Laksdya Agung Prasetiawan di Belawan, Jumat (6/5).
Agung mengatakan kapal itu diamankan saat berlayar dari Belawan menuju Port Klang, Malaysia. Kapal itu diduga mengangkut 34 kontainer berisikan RBD Palm olein.
“Pada saat itu berlayar dari Belawan menuju Port Klang Malaysia. MV Mathu Bhum itu telah membawa beberapa muatan kontainer yang di antaranya terdapat 34 kontainer berisikan RBD Palm Olein,” sebut Agung.
Agung menyebutkan bahan yang diangkut oleh kapal itu merupakan jenis bahan dilarang sementara waktu untuk di ekspor. Pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng ini dikeluarkan oleh pemerintah.
“Di mana hal tersebut merupakan bahan yang merupakan jenis dilarang sementara untuk diekspor,” sebut Agung.***dtc/mpc/bs