Kasus Curi Rp 1,5 M saat Gerebek Narkoba, 2 Polisi Medan Dituntut 3 Tahun Bui

Medan(MedanPunya) Dua polisi dari Polrestabes Medan dituntut 3 tahun penjara dalam kasus dugaan pencurian saat melakukan penggerebekan narkoba. Kedua polisi tersebut adalah Marjuki Ritonga dan Dudi Efni.

“Menyatakan Terdakwa Dudi Efni dan Terdakwa Marjuki Ritonga dijatuhi masing-masing dengan pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama masing-masing Terdakwa berada di dalam tahanan dan dengan perintah masing-masing Terdakwa tetap ditahan,” demikian isi tuntutan seperti dilihat dari situs SIPP PN Medan, Kamis (16/12).

Sidang tuntutan itu digelar Rabu (15/12). Dalam dakwaannya, kedua polisi itu disebut melakukan pencurian saat menggerebek kasus narkoba pada 3 Juni 2021 bersama tiga orang rekannya.

“Menyatakan Terdakwa Dudi Efni dan Terdakwa Marjuki Ritonga telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan sebagaimana yang didakwakan, yaitu melanggar Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP dalam dakwaan primer,” tulis isi tuntutan.

Dalam dakwaannya, jaksa menyebut ada lima orang yang diduga terlibat dalam pencurian ini. Lima polisi itu didakwa mencuri uang barang bukti kasus narkoba senilai Rp 1,5 miliar.

Mereka juga didakwa mencuri barang-barang lainnya. Kelima terdakwa itu adalah Toto Hartono, Rikardo Siahaan, Matredy Naibaho, Dudi Efni, dan Marjuki Ritonga. Mereka disidang dalam berkas terpisah.

“Terdakwa Dudi Efni dan Terdakwa Marjuki Ritonga bersama-sama dengan Rikardo Siahaan, Matredy Naibaho, dan Toto Hartono (masing-masing dilakukan penuntutan secara terpisah) pada hari Kamis tanggal 3 Juni 2021 sekira pukul 15.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juni 2021 bertempat di Jalan Menteng VII Gang Duku, Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai, Kota Medan, atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, dengan sengaja mengambil barang sesuatu berupa uang Rp 1.500.000.000 (Rp 1,5 miliar), dua batangan terbuat dari kuningan,” demikian isi dakwaan yang dibacakan pada Rabu (10/11).

“Satu buah gelang terbuat dari besi putih, satu buah gelang terbuat dari keramik, beberapa batu akik, satu buah keris kecil terbuat dari kuningan, dua buah pedang Pora, satu buah celurit, satu hiasan cambuk terbuat dari kuningan, satu hiasan yang terbuat dari kuningan, delapan buah keris, satu buah Laptop merek HP, satu set monitor CCTV Merek Philip, satu buah koper merek Polo warna hitam, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan saksi Imayanti atau orang lain selain kepunyaan terdakwa dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu atau dalam hal tertangkap tangan untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri,” sambungnya.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum menyebut peristiwa ini berawal pada 1 Juni 2021. Saat itu, Martredy Naibaho mendapat informasi soal bandar narkoba bernama Jusuf sering menyimpan narkotika di plafon atau asbes rumahnya. Setelah itu, Dudi, Rikardo dan Marjuki berangkat untuk melakukan penyelidikan ke lokasi dilengkapi surat perintah tugas nomor SPRIN-GAS/185/VI/2021/RES NARKOBA tanggal 1 Juni 2021 yang ditandatangani oleh Kasat Narkoba Polrestabes Medan saat itu, Oloan Siahaan.

Pada 3 Juni 2021, Matredy, Dudi, Rikardo, dan Marjuki menghubungi Toto selaku Panit I Unit Sat Narkoba Polrestabes Medan. Mereka mengatakan ada informasi soal bandar sabu yang sering menyimpan barang di asbes.

Singkat cerita, mereka datang dan melakukan penggerebekan ke lokasi yang diduga sebagai rumah bandar narkoba. Mereka menggeledah rumah tersebut dan menemukan barang bukti paket kecil transparan berisi sabu, bong, hingga brankas. Personel kepolisian itu juga menggeledah plafon rumah tersebut.

“Setelah pintu rumah terbuka kembali, Rikardo Siahaan langsung membawa tangga ke dalam rumah dan Matredy Naibaho, Dudi Efni, kepling bernama Heri Gunawan Sipahutar, Mak Olot, dan Imayanti juga masuk ke dalam rumah dan sampai di ruangan tamu. Lalu, Matredy dan Rikardo masuk ke dalam ruangan kamar lalu Rikardo menaiki asbes menggunakan tangga dan Rikardo melihat ada asbes kontrol di plafon,” ucap jaksa.

Rikardo disebut menggeser plafon tersebut dan masuk ke ruangan di langit-langit rumah itu. Dia disebut menemukan dua tas wanita.

“Di dalam masing-masing tas terdapat uang tunai yang belum diketahui berapa jumlahnya sehingga timbul niat Matredy Naibaho untuk memiliki uang tersebut bersama timnya,” ujar jaksa.

Jaksa mengatakan duit yang ditemukan dari rumah tersebut kemudian dibawa ke posko dan dibagi-bagi. Menurut jaksa, duit yang dibagikan berjumlah Rp 600 juta, dengan rincian:

Matredy Naibaho mendapat Rp 200 juta
Rikardo Siahaan mendapat Rp 100 juta
Dudi Efni mendapat Rp 100 juta
Marjuki Ritonga mendapat Rp 100 juta
Toto Hartono mendapat Rp 95 juta
Uang posko Rp 5 juta

Jaksa juga mengatakan penyidikan terhadap Imayanti telah disetop dan duit Rp 850 juta serta barang bukti lain telah dikembalikan. Jaksa mengatakan kasus ini diusut setelah Imayanti melalui anaknya melapor ke Polda Sumut soal penggeledahan yang dilakukan secara melawan hukum.

Selain itu, jaksa juga menyita sejumlah barang bukti dari para terdakwa, yakni:

1. Rp 110 juta dari Marjuki Ritonga
2. Rp 110 juta dari Rikardo Siahaan
3. Rp 220 juta dari Matredy Naibaho
4. Rp 115 juta dari Dudi Efni
5. Rp 95 juta dari Toto Hartono.

***dtc/mpc/bs

Berikan Komentar:
Exit mobile version