Mahasiswa di Medan Demo Dukung Khilafah, Tuding Permendikbud PPKS Thogut

Medan(MedanPunya) Sejumlah mahasiswa menggelar demonstrasi di depan kantor DPRD Sumut. Mereka meminta Permendikbudristek Nomor 30 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi dicabut.

Mahasiswa yang datang ini mengatasnamakan organisasi Gema Pembebasan. Mereka datang membawa sejumlah bendera tauhid.

Para mahasiswa ini terlihat membawa bendera organisasi Gema Pembebasan. Ada juga spanduk yang meminta agar Permendikbudristek PPKS dicabut.

“Syariat Islam solusi tuntas masalah kebebasan seksual,” tulis spanduk yang dibawa mahasiswa.

Dalam orasinya, mahasiswa meminta agar Permendikbud dicabut karena dinilai melegalkan zina. Mahasiswa juga meminta agar ditegakkannya syariat Islam agar kebebasan seksual dihapuskan.

“Permendikbud 30 thogut. Tegakkan khilafah,” kata orator aksi.

Mahasiswa menilai Permendikbud ini mengarah pada paham sekularisme. Mereka menuntut agar syariat Islam ditegakkan agar seks bebas tidak ada lagi.

“Permendikbudristek Nomor 30 semakin membuktikan bahwa negara ini negara sekuler. Cabut Permendikbud PPKS. Kekerasan seksual bisa dihapuskan jika negara ini menegakkan syariat Islam,” jelas orator aksi.

Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim telah memberi penjelasan soal Permendikbud 30 Tahun 2021. Dia mengatakan aturan ini berfokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Peraturan tersebut tak membahas aktivitas yang bertentangan dengan norma agama dan etika di luar tindak kekerasan seksual.

“Kami ingin menegaskan kembali bahwa Permendikbud ini hanya menyasar pada satu jenis kekerasan, yaitu kekerasan seksual dengan definisi yang sangat jelas,” ujar Nadiem dalam acara Merdeka Belajar Episode 14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Jumat (12/11).

Nadiem mengakui ada banyak aktivitas di luar tindak kekerasan seksual yang bertentangan dengan norma agama dan etika yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi. Namun, target Permendikbudristek yang disahkan pada 31 Agustus 2021 adalah perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.

“Ada banyak sekali aktivitas di luar itu yang mungkin tidak sesuai dengan norma agama dan norma etika yang bisa diatur di peraturan-peraturan lain dan peraturan yang ditetapkan beberapa universitas secara mandiri,” ujar Nadiem.

Nadiem juga menegaskan Kemendikbud-Ristek tidak pernah mendukung aktivitas yang bertentangan dengan norma agama.

“Saya rasa satu hal yang perlu diluruskan, juga mohon menyadari bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak mendukung apa pun yang tidak sesuai dengan norma agama dan tindakan asusila,” tegasnya.

Nadiem mengatakan Permendikbud 30 Tahun 2021 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi sivitas akademika dari fenomena kekerasan seksual yang sudah seperti ‘gunung es’.***dtc/mpc/bs

 

 

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version